Potret Guru Dalam Dunia Pendidikan( Sebuah Renungan Bagi Pendidik )

  • Bagikan

Oleh
Husni Lallo, S.Pd
Guru SMK Negeri 2 Palopo

Pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam Ilmu Filsafat, Redja M. ( 2001 ) mengatakan sekolah adalah lembaga pendidikan formal sebagai salah satu hasil rekayasa peradaban manusia, disamping keluarga, dunia kerja, negara dan lembaga keagamaan. Sekolah sebagai hasil rekayasa manusia diciptakan untuk menyelenggarakan pendidikan tertentu yang harus mengacu pada ketentuan – ketentuan yang telah ditetapkan, yang secara teknis dikendalikan oleh guru ( teacher directed ). Peranan guru dalam penyelenggaraan bentuk – bentuk kegiatan pendidikan adalah sentral. Guru mengendalikan penyelenggaraan bentuk – bentuk kegiatan pendidikan sejak dari perencanaan sampai dengan penilaian pendidikan.

Pengajaran disekolah haruslah dikelola secara terprogram berdasarkan prinsip – prinsip dan prosedur ilmiah. Sehubungan dengan hal itu, guru mempunyai peranan yang menentukan didalam mengarahkan proses belajar, tetapi berperan pula didalam merancang dan mengentrol proses belajar. Apabila guru dapat melaksanakannya secara efisien dan efektif didalam merekayasa pengajaran disekolah maka dengan sendirinya akan berlangsung proses belajar yang efisien dan efektif sehingga pada akhirnya terwujudlah pola tingkah laku yang diharapkan.

Sekolah merupakan lingkungan buatan manusia yang diciptakan dan dikontrol dalam bentuk rekayasa pengubahan pola tingkah laku berdasarkan prinsip – prinsip kerja ilmiah dan teknologi, dengan misi melaksanakan dan mengembangkan semangat dalam diri individu sehingga menghasilkan tenaga – tenaga berkompetensi atau berkemampuan kerja produktif. Optimisme terhadap peranan sekolah dalam pendidikan dinyatakan pula oleh Lester Frank Ward, yang antara lain menyatakan: “Setiap anak dilahirkan didunia, hendaknya dipandang oleh masyarakat ibarat bahan mentah yang harus diolah dalam pabrik. Alam tidak dapat diandalkan untuk mengembangkan kemampuan individu. Pengembangan kemampuan individu harus direncanakan dan sebagian besar rencana tersebut harus dilaksanakan dalam suatu sekolah yang baik “.

Untuk menguatkan hal tersebut, dirumuskanlah suatu sistem pendidikan yang berlaku secara nasional berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai – nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan zaman.

Tuntutan zaman sangat menentukan sistem pendidikan. Oleh karena itu, legislatif sebagai wakil rakyat membuat amandemen Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 3 dan 5 tentang pendidikan yang berbunyi sebagai berikut:

Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka kehidupan berbangsa yang diatur dengan Undang – Undang. Pemerintah memajukan ilmu pengetehan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai – nilai agama.

Berdasarkan amandemen Undang – Undang Dasar 1945 sebagai respon terhadap perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam konteks kehidupan sosial dalam era global berteknologi informasi dan komunikasi, maka lahirlah Undang – Undang sistem pendidikan Nomor 20 Tahun 2003 sebagai pengganti Undang – Undang sistem pendidikan Nomor 2 Tahun 1989. Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan nasional yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia indonesia yang seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan dapat terwujud jika unsur – unsur pengajaran turut diperhatikan. Salah satu unsur yang mendukung kegiatan pengajaran adalah tenaga pengajar ( guru ).

Guru merupakan figur manusia yang menempati posisi sentral dan memegang peranan penting dalam pengembangan mutu pendidikan. Guru berada pada barisan terdepan pendidikan yang berhadapan langsung dengan peserta didik melalui proses instruksional sebagai wahana terjadinya proses pembelajaran siswa dengan nuansa pendidikan. Salah satu faktor yang paling menentukan berhasilnya proses belajar mengajar dalam kelas adalah guru. Tanpa kehadiran guru, otomatis proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik ( Surya, 2000 ).

Peranan guru dalam berlangsungnya proses belajar mengajar disekolah sangat penting. Oleh karena itu, banyak kalangan menganggap bahwa keberhasilan pendidikan anak sekolah ( dalam konteks mutu ) sangat bergantung pada mutu guru. Mutu tamatan ( output ) sekolah sangat erat hubungannya dengan propesionalisme guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

Profesionalisme guru menjadi perhatian secara global. Hal ini terjadi karena guru memiliki tugas dan peran, bukan hanya memberikan informasi ilmu pengetahan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetensi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Tugas mulia ini menjadi berat karena guru bukan saja harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional.

Besarnya tugas dan tanggung jawab guru dalam pendidikan, apabila dikaitkan dengan rendahnya mutu pendidikan dewasa ini menyebabkan mutu guru mulai dipertanyakan. Tilaar ( 1998 ) mengemukakan bahwa keluhan masyarakat terhadap mutu pendidikan kita pada berbagai jenjang, jalur dan jenis pendidikan merupakan refleksi dari mutu profesionalisme guru yang rendah.

Faktor – faktor penyebab rendahnya mutu profesionalisme guru menurut Hasan ( 2003 ) adalah: (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh, (2) belum adanya standar profesionalisme guru sebagaimana tuntutan di negara – negara maju, (3) adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi, (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri. ( Patut kita renungkan ).

Guru mempunyai tugas dan tanggung jawab yang begitu kompleks sehingga Usman ( 2002 ) mengemukakan bahwa jabatan guru memerlukan persyaratan khusus yaitu: (1) menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam, (2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya, (3) menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai, (4) adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakan, dan (5) memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.

Menjadi guru menurut Drajat ( 1982 ) tidaklah sembarang, tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan yang dimaksud adalah: (1) bertakwa kepada Allah Subhanahu Wata’alah, (2) berilmu, (3) sehat jasmani, dan berkelakuan baik.

Rendahnya mutu pendidikan, sebenarnya disebabkan oleh banyak faktor. Namun tudingan utama yang selalu muncul, baik dari masyarakat maupun dari pemerintah, selalu ditujukan kepada guru karena guru adalah ujung tombak pendidikan. Gurulah yang setiap saat bertemu muka dengan siswa disekolah. Gurulah yang paling menentukan berhasilnya proses belajar mengajar dalam kelas. Gurulah dan gurulah ……. yang selalu disalahkan terhadap rendahnya mutu pendidikan.

Peran Guru Terhadap Kualitas Pendidikan
Bobot peran guru dalam upaya peningkatan pendidikan/persekolahan dapat dilihat dari unjuk kerjanya, baik secara individual maupun secara kelompok atas dasar kerja sama ( kolaboratif). Unjuk kerja guru secara individual dapat disaksikan pada apa yang telah dipersiapkan, dan bagaimana menindaklanjuti hasil proses pelaksanaan itu.

Guru mempunyai kemampuan yang lebih tinggi akan dapat menggunakan waktu mengajar secara lebih efisien, waktu mengajar ini akan berpengaruh langsung terhadap kualitas PBM, yang pada gilirannya berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Selai dengan tes, kemampuan guru juga dapat diungkapkan melalui pendidikan formalnya yang terakhir. Dari kriteria ini, ada dua masalah pokok pada guru SLTA (Suyata, 1996) dalam Pendidikan Era Otonomi, Ambo Enre A.(2005) yaitu: (1) masih besar prosentase guru tidak memenuhi syarat, dalam arti belum berpendidikan S1 dan (2) masih banyaknya guru yang memegang mata pelajaran yang berbeda dengan latar belakang pendidikannya.

Untuk meningkatkan kemampuan guru, baik dalam arti materi pelajaran maupun metode pembelajaran, telah dikembangkan berbagai program pelatihan / penataran, baik oleh pemerintah maupun oleh organisasi profesi terkait, seperti PKG, MGMP, MGBS, dan lain – lain.

Selain masalah kemampuan guru, masalah komitmen dan dedikasi guru juga menentukan kualitas pendidikan. Komitmen dan dedikasi merupakan kecintaan sepenuh hati dalam melaksanakan tugas demi untuk kemajuan siswa. Dengan kedua hal itulah, guru dapat menghidupkan suasana PBM, sehingga menimbulkan motivasi siswa untuk berusaha keras dalam belajar, demikian Dr.Suyata (1996).

Profesionalisme Guru Sebagai Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan.
Pengembangan mutu pendidikan adalah merupakan program berkesinambungan yang secara terus meneru diupayakan oleh pemerintah ( dalam hal ini departeman pendidikan ), karena data yang sampai ditangan pemerintah saat ini melalui hasil UAN, menunjukkan masih rendahnya mutu pendidikan dibandingkan dengan negara – negara tetangga/negara maju. Oleh sebab itu, berbagai upaya telah dilakukan termasuk didalamnya peningkatan profesionalisme guru.

Pengembangan / peningkatan mutu pendidikan sangat erat kaitannya dengan kompetensi guru / profesionalisme guru. Syah (1996) mengemukakan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan kewenangan dalam menjalankan profesi. Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki keaneka ragaman kecakapan yang bersifat psikologi meliputi:

  1. Kompetensi kognitif adalah kompetensi yang wajib dimiliki oleh setiap calon guru dan guru. Kompetensi ini mengandung bermacam – macam pengetahuan baik yang besifat deklaratif maupun yang bersifat prosedural. Pengetahuan deklaratif merupakan pengetahuan yang relatif statis dengan tatanan yang jelas dan dapat diungkapkan dengan lisan, sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan praktis dan dinamis yang mendasari keterampilan melakukan sesuatu.
  2. Kompetensi afektif adalah kompetensi yang bersifat tertutup dan abstrak sehingga agak sukar untuk diidentifikasi. Kompetensi ini meliputi seluruh fenomena perasaan dan emosi seperti cinta, benci, senang, sedih,dan sikap – sikap tertentu terhadap diri sendiri dan orang lain.
  3. Kompetensi psikomotorik meliputi segala keterampilan atau kecakapan yang bersifat jasmaniah yang pelaksanaannya berhubungan dengan tugas. Secara umum kompetensi psikomotorik terdiri atas dua kategori yaitu kecakapan fisik umum yang direfleksikan dalam bentuk gerakan dan kecakapan fisik khusus yang meliputi keterampilan – keterampilan ekspresi verbal (pernyataan lisan) dan nonverbal (pernyataan tindakan) tertentu yang direfleksikan guru ketika mengelola proses belajar mengajar.

Menurut Usman ( 2002 ), kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Kompetensi terbagi menjadi beberapa jenis yaitu: (1) Kompetensi pribadi meliputi beberapa hal yaitu: mengembangkan kepribadian, berinteraksi dan berkomunikasi, melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, melaksanakan administrasi sekolah, melaksanakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran. (2) Kompetensi profesional meliputi: menguasai landasan kependidikan, menguasai bahan pengajaran, menyusun program pengajaran, melaksanakan program pengajaran, menilai hasil dan proses belajar.

Menurut Agip ( 2002 ), Seorang guru harus memiliki keterampilan dasar mengajar sebagai profesionalitasnya. Ada sepuluh kemampuan dasar profesionalitas guru yaitu:

  1. Menguasai bahan sesuai dengan kurikulum. Seorang guru yang profesional harus menguasai materi pelajaran yang akan diajarkan. Penguasaan materi dapat diwujudkan dengan melakukan beberapa kegiatan seperti mengkaji isi kurikulum, mengkaji buku – buku yang sesuai dengan materi mata pelajaran yang akan diajarkan, melaksanakan kegiatan – kegiatan yang sesuai isi kurikulum, mempelajari dan melakukan evaluasi, serta mengaplikasikan materi pelajaran kedalam kehidupan sehari – hari siswa.
  2. Mengelola program belajar mengajar. Untuk memperoleh hasil yang baik, guru harus mengelola program belajar mengajar dengan baik. Hal – hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang guru profesional adalah merumuskan tujuan instruksinal, mengenal danmenggunakan metode mengajar yang tepat, memilih dan menyusun prosedur instrusional yang tepat, melaksanakan program belajar mengajar, mengenal kemampuan anak didik, merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial.
  3. Mengelola kelas. Seorang guru harus bisa mengelola kelas dengan baik. Pengelolaan itu bisa berupa pengaturan tata ruang kelas atau tempat duduk siswa dan selalu berusaha menciptakan iklim mengajar yang serasi sesuai dengan situasi dan kondisi siswa.
  4. Menggunakan media sumber. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik, guru sebaiknya menggunakan media sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar. Selain itu, guru harus memanfaatkan dan mengembangkan sarana dan prasarana yang ada disekolah, misalnya perpustakaan dan laboratorium.
  5. Menguasai landasan – landasan kependidikan dengan cara mempelajari konsep dan masalah pendidikan, serta mengenali fungsi sekolah sebagai lembaga sosial yang secara potensial dapat memajukan masyarakat.
  6. Mengelola interaksi belajar mangajar dengan cara memotivasi siswa, menciptakan komunikasi yang baik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan mengkaji faktor – faktor positif dan negatif yang terjadi dalam proses belajar mengajar.
  7. Menilai prestasi siswa. Setelah proses belajar mengajar selesai, seorang guru perlu mengevaluasi kemampuan siswanya. Sebelum mengevaluasi, guru harus mempelajari fungsi – fungsi penilaian, macam – macam teknik dan prosedur penilaian, pendekatan yang bisa digunakan dalam penilaian. Hasil evaluasi bisa dijadikan dasar untuk memberikan pengayaan dan perbaikan.
  8. Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan konseling. Tugas ini bukan hanya tugas guru bimbingan konseling ( BK ), tetapi secara keseluruhan merupakan tugas guru. Guru harus membantu siswa terutama yang mengalami kesulitan. Guru harus mengarahkan siswa sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya.
  9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah. Guru harus mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah dengan mempelajari struktur organisasi dan administrasi sekolah. Selai itu, guru harus mempelajari peraturan – peraturan kepegawaian, khususnya aturan kepegawaian tentang guru.
  10. Memahami prinsip – prinsip dan menafsirkan hasil – hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran. Guru dituntut untuk membaca, mengkaji, dan membuat karya ilmiah. Tuntutan ini diwajibkan kepada guru – guru, khususnya yang sudah golongan IV dengan pangkat pembina.

Supriadi ( 2002 ) mengungkapkan bahwa untuk menjadi profesional, seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal: Pertam, guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Kedua, guru menguasai secara mendalam bahan/materi pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada siswa. Ketiga, guru bertanggung jawab memantau hasil belajar mengajar siswa melalu berbagai teknik evaluasi mulai pengalaman prilaku siswa sampai tes hasil belajar. Keempat, guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukan dan belajar dari pengalamannya. Kelima, guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.

Pandangan yang ideal mengenai profesionalisme guru direfleksikan dalam citra guru masa depan sebagaimana dikemukakan oleh Anwar ( 2003 ) yaitu: (1) sadar dan tanggap akan perubahan zaman, (2) berkualifikasi profesional, (3) rasional, (4) bermoral tinggi dan beriman.

Jika seorang guru telah terpenuhi kompetensi dirinya sebagai mana terurai diatas, tercermin profesionalismenya dalam mengelola proses pembelajaran, sehingga dapat dipastikan mutu pendidikan akan bergerak kearah yang lebih baik.

Di 16 negara yang sedang berkembang, guru memberikan kontribusi 34%, pengelolaan 22%, waktu belajar 18% dan sarana fisik 26%. Di negara – negara industri maju, kontribusi guru 36%, manajemen 23%, waktu belajar 22% dan sarana fisik 19%. Angka ini menunjukkan bahwa guru yang paling besar perannya. Adapun faktor yang menentukan dari guru adalah: pendidikannya, kemampuan mengajarnya, dan komitmen pada tugas, yang kesemuanya termaktub dalam profesionalisme guru.

Tulisan ini Semoga Bermanfaat

BIODATA PENULIS
Husni Lallo, lahir pada tanggal 11 Agustus 1982 di Malimbong Malimbong Balepe Kabupaten Tana Toraja, dari pasangan suami istri Sitti Maryam Malloco dan Ahmad Sannang Lallo. Jenjang Pendidikan, tamat SD tahun 1996, SMP Negeri 2 Saluputti tahun 1999, SMK Negeri 1 Sanggalangi ( sekarang SMK Negeri 1 Kesu’ ) tahun 2002 Jurusan Seni dan kerajinan logam, menyelesaikan Pendidikan S1 Jurusan Pendidikna Seni Rupa tahun 2007 di FBS UNM (sekarang FSD )


	Penulis terangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil tahun 2009 dan bertugas sebagai guru pada STM Negeri Palopo ( sekarang SMK Negeri 2 Palopo) sampai sekarang.

	Pada tanggal 17 Juni 2013 melangsungkan pernikahan dan telah dikaruniai 2 orang putra dan 1 orang putri. Sekarang tinggal di Jl. DR. Ratulangi Balandai Kota Palopo. 
Penulis terangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil tahun 2009 dan bertugas sebagai guru pada STM Negeri Palopo ( sekarang SMK Negeri 2 Palopo) sampai sekarang.

Pada tanggal 17 Juni 2013 melangsungkan pernikahan dan telah dikaruniai 2 orang putra dan 1 orang putri. Sekarang tinggal di Jl. DR. Ratulangi Balandai Kota Palopo. 
  • Bagikan

Exit mobile version