Pengadilan Niaga Nyatakan Yayasan Indonesia Timur dan Haruna Pailit

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar menyatakan Yayasan Indonesia Timur dan H Haruna, MA., MBA pailit. Diketahui, H Haruna sebagai Ketua Yayasan Indonesia Timur juga tercatat sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024.

“Menyatakan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Nomor 4/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Makassar atas nama Yayasan Indonesia Timur & H. Haruna, MA., MBA, berakhir. Menyatakan Yayasan Indonesia Timur & H. Haruna, MA., MBA Pailit dengan segala akibat hukumnya,” demikian amar putusan majelis Pangadilan Niaga pada PN Makassar.

Selanjutnya dalam amar putusan juga disebutkan menunjuk Suratno sebagai Hakim Pengawas dari hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar, “Menghukum Yayasan Indonesia Timur & H. Haruna, MA., MBA untuk membayar biaya perkara penundaan kewajiban pembayaran utang ditetapkan sejumlah Rp3,47 juta,” kata majelis hakim di akhir putusan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun menyebutkan utang dari Yayasan Indonesia Timur dan Haruna yang harus dituntaskan lebih dari Rp280 miliar yang tersebar di sejumlah bank dan lembaga pembiyaan lainnya maupun perusahaan pihak ketiga.

Sedangkan yang menjadi obyek pengawasan dari kurator antara lain tanah dan bangunan yang terkait dengan Yayasan Indonesia Timur, serta beberapa aset properti lainnya.

“Agar kurator segera memanggil kreditur dan debitur,” lanjut amar putusan hakim.

Haruna sendiri saat ini tercatat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan daerah pemilihan Sulsel 1. Haruna melenggang ke DPR RI dengan raihan suara sebanyak 46.682.

Pengamat politik dan pemerintahan Yasdin Yasir menilai, partai harus mengambil langkah strategis terkait dengan putusan pailit dari Pengadilan Niaga Makassar terhadap kadernya yang menduduki posisi pejabat publik.

Diketahui, seorang calon anggota legislatif saat mendaftar dipersyaratkan untuk mengikutkan surat keterangan dari pengadilan tidak dalam kondisi pailit. Surat itu kemudian juga diajukan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Dengan adanya putusan Pengadilan Niaga ini, harusnya partai meninjau kadernya yang menjadi anggota DPR tapi dinyatakan pailit. Karena dalam kondisi pailit sedikit banyak akan mempengaruhi profesionalitasnya sebagai wakil rakyat,” terang Yasdin.

Lebih lanjut Yasdin mengungkapkan, dirinya menilai bukti tidak dalam kondisi pailit penting untuk membebaskan sangkut paut  dan konflik kepentingan di masa yang akan datang. Ini menghindarkan dari sanderaan ekonomi bahi pejabat publik.

“Jika mereka bebas (dari kondisi pailit), maka mereka akan bebas bekerja. Tidak terganggu apapun,” terang Yasdin. (*)

  • Bagikan