Kejati Sulsel Bantah Tahap Dua Kasus Korupsi Pembebasan Lahan Bandara Mangkendek

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Proses hukum kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pembebasan lahan Bandara Mangkendek, Tana Toraja jadi misteri.

Pasalnya, dalam perkara ini pihak Penyidik Tipikor Polda Sulsel dengan pihak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) saling silang pendapat.

Pihak Polda Sulsel melalui Dirkrimsus Polda Sulsel Kombes Pol Widoni Ferdi mengklaim jika pihaknya telah melakukan pelimpahan tahap dua perkara tersebut. Artinya, tersangka dan barang bukti telah diserahkan.

“Tahap dua saya lupa (kapan), tapi itu sudah. Nanti saya cek ke tipikor karena yang dikerjakan banyak,” singkat Widoni saat dikonfirmasi, Rabu (12/1).

Namun pernyataan Widoni itu dibantah pihak Kejati Sulsel. Bantahan itu disampaikan langsung Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Idil saat dikonfirmasi perihal pelimpahan tersebut.

Idil menyebut jika sampai saat ini pihak penyidik Polda Sulsel belum menyerahkan tersangka dan barang bukti dalam perkara kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Bandara Mangkendek.

“Belum ada (tahap dua),” singkat Idil.

Tidak adanya titik terang atas kasus ini ditanggapi Wakil Ketua Internal Anti Corruption Committe (ACC) Sulsel, Anggareksa.

Dia meminta kedua lembaga negara ini yang juga jadi harapan masyarakat dalam penegakan hukum bersikap terbuka. Utamanya dalam kasus-kasus korupsi yang sangat merugikan banyak masyarakat.

“Kedua institusi penegak hukum tersebut diharapkan untuk memberikan informasi yang jelas kepada publik terkait proses penanganan kasus korupsi, jangan sampai ada informasi yang saling bertolak belakang antara aparat penegak hukum,” sebut Anggareksa.

Angga juga meminta agar kedua lembaga ini melakukan koordinasi yang baik agar kasus ini bisa segera tuntas.

Apalagi menurut dia, kasus Bandara Toraja ini juga dinilai sebagai kasus yang penanganannya paling aneh dan memecahkan rekor kasus korupsi yang penanganannya paling lama.

“Polda Sulsel dan Kejati Sulsel harus melakukan koordinasi dengan baik agar kasus ini bisa segera disidangkan ke pengadilan tipikor Makassar,” pesan Angga.

Kasus ini diketahui sejak pertengahan 2021 sudah dinyatakan P21. Adapun awal mula penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut sudah dilakukan sejak 2012 lalu.

Kemudian dalam perjalanannya kasus tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan dan menetapkan 8 orang tersangka pada 2013 lalu.

Dari hasil penyidikan para tersangka dianggap melanggar pasal 2 ayat (1) sub pasal 3 UU RI Nomor 31 tahun 1999 Jo UU RI Nomor 20 tahun 2001 atas perubahan UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dalam perkara ini indikasi korupsi ditemukan pada kesalahan pembayaran dalam proyek pembebasan lahan yang dikuatkan oleh putusan perdata dari pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan, tetapi tak mendapatkan haknya. Malah pihak yang bukan pemilik lahan justru menerima pembayaran ganti rugi.

Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulawesi Selatan (Sulsel) disimpulkan terjadi kerugian negara sebesar Rp21 miliar dari total anggaran Rp 38 miliar yang digunakan dalam proyek pembebasan lahan bandara tersebut.

Meski belakangan nilai kerugian itu dianulir setelah dilakukan audit ulang oleh BPKP Sulsel. Kerugian ditetapkan hanya senilai Rp7 miliar lebih.

Anggaran proyek sendiri diketahui bersumber dari dana sharing antara APBD Kabupaten Tana Toraja dan APBD Provinsi Sulsel.

(Ishak Pasabuan)

  • Bagikan