MAKASSAR, RAKYATSULSEL — Petani di seluruh Indonesia kembali mengeluhkan harga pupuk non subsidi. Harga berbagai jenis pupuk naik berkali kali lipat.
Ketua Umum DPP Pemuda Tani HKTI, Rina Sa’adah dalam keterangan tertulis kepada awak media. Diakui kenaikan harga pupuk non subsidi tidak terlepas dari kenaikan harga berbagai bahan baku dipasar internasional seperti phosphate rock, KCL, amonia, gas bumi dan lain lain akibat pandemi.
“Jangan diperparah lagi dengan kebijakan beberapa negara yang menghentikan ekspornya terutama gas. Dan Kementerian Perdagangan telah membuat proyeksi bahwa harga pupuk non subsidi akan naik sepanjang tahun 2022 karena harga bahan baku memang sedang naik,” ujarnya, Rabu (12/1/2022).
Dari keterangan tersebut, disebutkan kenaikan harga pupuk berfariasi. Pupuk Urea misalnya dari harga Rp.280.000/50kg di tahun 2021, sekarang Rp.500.000/50kg. Bahkan di luar Jawa sampai Rp.600.000/50kg.
“Pupuk NPK juga sama, naik sangat signifikan. NPK Mutiara dari Rp.400.000/50kg kini Rp.600.000. Untuk Phonska dari Rp.170.000/25kg menjadi Rp.260.000. Jadi trennya naik dan ini sejak Oktober 2021 dan berlangsung sampai awal Januari ini,” jelasnya.
Disebutkan, merujuk data World Bank Commodity Market Review per 4 Januari 2022 lalu, Pupuk Urea dan diamonium fosfat misalnya naik cukup signifikan. Urea mengalami peningkatan harga mencapai 235,85 persen sepanjang 2021. Dari US$265 per ton naik menjadi US$890 per ton pada Desember 2021. Sedangkan diamonium fosfat naik 76,95 persen dari US$421 per ton, menjadi US$745 per ton.
Jelas kenaikan harga pupuk non subsidi ini akan memengaruhi inflasi pada komoditas pangan dan itu sudah terjadi diawal tahun 2022 ini. Ujungnaya adalah pendapatan petani berada di bawah standar impas dan ini akan terjadi sampai beberapa bulan kedepan jika tidak ada jalan keluar yang tepat.
Oleh sebab itu, pemuda Tani HKTI berharap pemerintah melakukan langkah-langkah startegis setidaknya kenaikan harga pupuk non subsidi ini tidak membuat petani makin merana.
Misalnya bagaimana Kementan bersama Kemendag dan Kemenperin berkoordinasi dengan ke 5 BUMN yang selama ini menjadi produsen pupuk yakni PT. Pupuk Sriwjaya (Pustri), PT Pupuk Kaltim (PKT), dan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), PT Petro Kimia Gresik (PKG), dan PT Pupuk Kujang (PK) menjaga harga pupuk non-subsidi tetap terjangkau oleh petani namun tidak membuat rugi juga produsen. Ke lima BUMN bisa memberikan harga di bawah harga internasional untuk menjaga akses pupuk bagi petani
“Sebab peningkatan produktivitas pangan sangat banyak dipengaruhi (salah satunya) oleh pemupukan. Proses pemupukan yang tepat sasaran berkontribusi tinggi dalam pencapaian produksi,” harap dia.
Menanggapi hal ini, Ketua DPD Pemuda Tani HKTI Sulsel yang baru saja dilantik Rachmat Sasmito berharap tak boleh ada permainan pupuk yang merugikan petani.
Menurutnya, jangan sampai dalil kelangkaan pupuk dan kenaikan harga pupuk bersubsidi langkah digunakan industri perkebunan untuk hal lain.
“Karena akan merugikan khusus untuk petani. Kita harap tak ada permainan, apalagi dikuatirkan disalahgunakan pengusaha,” harap Sasmito.
Ditambahkan, petani di seluruh Indonesia kembali mengeluhkan harga pupuk non subsidi. Harga berbagai jenis pupuk naik berkali kali lipat. Dia menegaskan bahwa hal ini tak berpengaruh di Sulsel.
“Pemuda Tani di Sulsel berpandangan dengan adanya kenaikan harga pupuk, tidak berpengaruh di Sulsel yang dikenal lumbung padi nasional,” jelasnya. (Yad)