Soekarno pernah berujar; “berikan aku 10 pemuda, maka akan aku guncangkan dunia.” Itu artinya semangat pemuda merupakan semangat yang dapat melakukan perubahan sosial. Karena pemuda adalah sebab bagi akibat masa depan suatu bangsa.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009, Pemuda didefinisikan sebagai manusia yang berusia 16-30 tahun. Jika merujuk kepada demografi pendidikan, maka pemuda adalah mereka yang menempuh bangku perkuliahan atau dalam arti kata mahasiswa.
Mahasiswa dan Perubahan Sosial
Sejarah telah mencatat dengan harum bahwa mahasiswa dan pemudalah yang mendirikan bangsa ini ke dalam apa yang kemudian kita peringati sebagai Hari Sumpah Pemuda setiap tanggal 28 Oktober. Pada Kongres Kepemudaan II pada tanggal 28 Oktober 1928, pemuda berikrar untuk berbangsa satu, bertanah air satu, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
17 tahun kemudian, gerakan pemuda dan mahasiswa lagi-lagi menginisiasi suatu perubahan sosial untuk mendesak golongan tua untuk memproklamasikan kemerdekaan suatu Negara baru yang bernama Negara Republik Indonesia, yang ditandai dengan pembacaan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
20 tahun kemudian, mahasiswa kembali mencatatkan sejarah atas perubahan sosial untuk mendesak demokratisasi di tubuh Orde lama yang berujung pada jatuhnya Rezim Soekarno untuk kemudian beralih ke rezim Orde Baru Soeharto. Angkatan 65 yang dipelopori salah satunya oleh Soe Hok Gie kemudian mengantarkan Negara Indonesia ke babak baru sejarah kebangsaan kita.
33 tahun selanjutnya, giliran mahasiswa angkatan 1998 yang menjadi pionir perubahan sosial untuk mendepak Rezim Developmentalisme Soeharto untuk mundur dari jabatannya. Tokoh-tokoh 98 seperti Budiman Sujatmiko, Adian Napitupulu, Anas Urbaningrum, hingga Fahri Hamzah merupakan mahasiswa yang menciptakan pergerakan dan membawa perubahan dari rezim orde baru ke rezim orde reformasi. Namun setelah gerakan reformasi 1998, nyaris tidak ada lagi gerakan mahasiswa yang signifikan membawa perubahan sosial. Apakah mahasiswa sudah kelihatan semangat perubahannya?
Revolusi Industri dan Mahasiswa
Jika merujuk pada tahapan revolusi industri 4.0 yang digagas oleh Klaus Schwab dalam bukunya Revolusi Industri 4.0, maka kita juga dapat merumuskan tahapan gerakan mahasiswa ke dalam 4 revolusi. Jika revolusi industri 1.0 ditandai dengan mesin uap sebagai penggeraknya pada abad ke 18, maka mahasiswa industri 1.0 adalah mahasiswa pra kemerdekaan dimana mahasiswa menuntut persamaan derajat dengan kaum Hindia-Belanda.
Jika revolusi industri 2.0 ditandai dengan mesin listrik sebagai penggeraknya pada abad ke 19, maka mahasiswa 2.0 adalah mahasiswa pasca kemerdekaan yang menggunakan media massa sebagai medium protes sosial seperti yang dilakukan oleh Soe Hok Gie dan angkatan 65. Jika revolusi industri 3.0 ditandai dengan mesin komputer sebagai penggeraknya pada abad 20, maka mahasiswa 3.0 adalah mahasiswa angkatan 98 yang menjadikan milis dan media elektronik sebagai katalisator perubahan sosial untuk menjatuhkan rezim orde baru.
Mahasiswa 4.0
Kita sekarang berada pada revolusi industri 4.0 yang dimulai pada permulaan abad 21 hingga setidaknya pada tahun 2025 seperti yang diprediksi Schwab dalam World Economic Forum. Lalu, bagaimanakah seharusnya gerakan mahasiswa 4.0 yang relevan dengan revolusi industri 4.0? Jangan sampai gerakan mahasiswa saat ini justru menggunakan metode dan penggerak revolusi industri 3.0, 2.0, atau bahkan lebih lawas lagi yaitu revolusi industri 1.0?
Yuval Noah Harari dalam bukunya yang berjudul 21 Lessons berpesan; “yang lebih berbahaya dari eksploitasi pada revolusi industri adalah irelevansi pada revolusi informasi. Irelevansi adalah tidak sesuainya metode yang kita gunakan dalam menangani masalah. Kembali pada tahapan revolusi industri dan relevansinya dengan mahasiswa. Bahwa jika revolusi industri 4.0 ditandai dengan mesin pembelajar (artificial intelengence) sebagai penggeraknya pada aban 21, maka mahasiswa 4.0 adalah mahasiswa yang menjadikan algortim, big data, dan otomatisasi sebagai faktor penggerak revolusinya.
Di Amerika Serikat, kita tahu ada Mark Zuckerberg yang pada waktu mahasiswa telah berhasil menciptakan Facebook dan menjadi raja perusahaan digital yang merebah tatanan hidup manusia. Di Indonesia, ada Al-Fatih Timur yang menjadi pendiri platform Kitabisa.Com yang merupakan penyedia layanan urun daya untuk gotong-royong untuk membantu sesama. Ada pula Nadiem Makarim seorang pemuda yang mendirikan Gojek dan sekarang dipilih menjadi Menteri Pendidikan yang mengubah lanskap politik kementerian dan politik pendidikan di Indonesia.
Apakah kesamaan seluruh gerakan mahasiswa? Pertama, diinisiasi oleh mahasiswa yang relevan dengan semangat zamannya. Kedua, gerakan tersebut memuat semangat yang luhur untuk membawa perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Ketiga, gerakan tersebut menciptakan gerakan simultan nan kolektif yang pada gilirannya mencatat sejarah perubahan. Keempat, gerakan setiap mahasiswa memanfaatkan teknologi yang berkembangan di setiap zamannya.
Sekarang, kita berada pada dekade ketiga abad 21. Mestinya, gerakan mahasiswa untuk perubahan sosial memanfaatkan mesin pembelajar yang bernama internet of Things dan big data. Anarkisme dan vandalisme tidak pernah dibenarkan dalam sejarah perubahan sosial. Alih-alih membawa perubahan sosial, anarkisme justru membawa masyarakat kepada kemunduran sosial seperti yang terjadi di negara-negara gagal. Diperlukan bukan hanya 10, 100, melainkan ribuan mahasiswa seperti inovator teknologi lainnya yang telah sukses merebah bukan saja masyarakat di bangsanya, melainkan tatanan hidup manusia pada umumnya. (*)
Oleh: Imran Eka Saputra
Ketua Majelis Pemuda KNPI Sulsel