SINJAI, RAKYATSULSEL – Sosok kepemimpinan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah IX-A kedepan, harus tampil sebagai pengurai benang kusut masalah di dunia Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Selain itu, tidak hanya sekedar populer atau mampu beretorika, akan tetapi lebih dari itu, harus mampu memayungi semua PTS yang ada di Wilayah 9-A.
Demikian ditegaskan, Rektor Universitas Muhammadiyah Sinjai (UMSI), Dr.Umar Congge, S.Sos, M.Si kepada media Jumat malam (22/1/2022), menyambut Muswil VI APTISI Wilayah IX-A akan digelar di Kantor LLDIKTI IX Sultan Batara, Ahad 30 Januari 2022.
Dijelaskannya persoalan itu antara lain; akreditasi prodi, akreditasi institusi, perubahan bentuk, penambahan prodi, rasio dosen, pengurusan jafung, kekurangan doktor, guru besar, jurnal ilmiah, pekerti konflik antara rektor dengan yayasan, dan masih banyak lagi persoalan PTS belum mampu diselesaikan pengurus sebelumnya.
Doktor administrasi publik PPs-UNM ini, menilai, pengurus akan datang tidak perlu terlalu gemuk, sehingga bisa bergerak lebih leluasa menyikapi persoalan persoalan pelik dihadapi oleh PTS.
“APTISI harus memiliki kemampuan agility, sehingga tidak menjadi organisasi gemuk yang di dalamnya banyak terhimpun orang orang cerdas, tetapi tak mampu berbuat apa-apa, karena manajemen organisasi tidak berjalan, karena orang orang yang ada di dalam semua pada sibuk mengurus tugas utamanya sehingga tanggung jawab sebagai pengurus APTISI terabaikan,” ungkap mantan anggota DPRD Sinjai ini.
Menurutnya, ke depan perlu dilakukan amandemen terhadap anggaran dasar atau anggaran rumah tangga APTISI.
“Idealnya di dalamnya mengatur bahwa untuk menjadi ketua APTISI, tidak harus pimpinan perguruan tinggi, ketua yayasan atau unsur pimpinan di universitas atau fakultas,” harapnya.
Karena jika seorang ketua APTISI juga merangkap sebagai pimpinan perguruan tinggi atau ketua yayasan maka bisa dijamin APTISi tidak bisa berjalan maksimal, karena pasti mereka lebih mengutamakan tugas utama pimpinan di perguruan tinggi sebagai rektor, ketua, direktur atau ketua yayasan, ketimbang mengurus APTISI, kata alumni terbaik sarjana sosial FISIP Universitas 45 ini.
Kedepan APTISI tidak mesti harus dipimpin oleh rektor atau ketua yayasan, sebaiknya mari kita berikan kesempatan kepada para dosen PTS yang memang memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menjadi top leader di APTISI.
APTISI ini menghimpun orang berintelektual tinggi maka seyogyanya melahirkan pemimpin yang mampu diteladani dan mampu menghimpun berbagai PTS, dan lebih utama lagi adalah mampu berbuat banyak sehingga kehadiran APTISI betul-betul dapat dirasakan oleh masyarakat.
Harapan dalam pemilihan dan penentuan ketua APTISI Wilayah IX-A mereka yang terpilih itu adalah orang yang memiliki track record dalam mengelola perguruan tinggi memiliki kinerja yang baik, tandas magister administrasi publik PPs-Unhas ini.
Karena sangat mustahil berhasil memimpin APTISI kalau memimpin perguruan tinggi saja masih kurang prestatif.
Selain itu pengurus baru APTISI adalah mampu mengoptimalisasi iuran institusi setiap tahun, tetapi itu bisa dilakukan jika PTS betul-betul bisa merasakan manfaat dari keberadaan APTISi, kata pria kelahiran Tosiba Kolaka ini.
Tak kalah pentingnya adalah harus mampu dan proaktif menyikapi perubahan yg begitu cepat, termasuk perubahan regulasi dibidang pendidikan tinggi.
Pekerjaan rumah ditinggalkan pengurus lama tentu masih banyak, termasuk diantaranya banyak program kerja tidak sempat diselesaikan.
APTISI itu bukanlah suatu organisasi yang ekslusif, tapi adalah sebuah organisasi paguyuban di dalamnya terdapat orang orang cerdas, kata mantan Ketua STISIPOL Muhammadiyah Sinjai ini.
Kehadirannya harus mampu memberi pencerahan bagi orang orang yang bergabung di dalamnya maupun lembaga pendidikan tinggi yang berafiliasi dengannya.
Kehadiran APTISI bisa dirasakan dan dapat memberi manfaat serta mampu mengadvokasi perguruan tinggi yang membutuhkan sesuai kapasitas yang dimiliki oleh APTISI.
Sehingga tidak ada kesan bahwa eksistensi APTISI antara ada, dan tiada dalam artian, bahwa APTISi itu ada dan nyata adanya karena memang memberi manfaat dan ada karyanya bagi orang orang atau PTS yang dinaunginya.
APTISI yang dulu dan akan datang harus berbeda, kalau dulu mungkin belum banyak kegiatan, tapi APTISI ke depan harus tampil sebagai lokomotif perubahan terhadap perguruan tinggi swasta.
Guna menghadapi tantangan dan pekembangan yg begitu cepat terutama dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (*)