MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Forum Mahasiswa Toraja (FORMAT) mendesak transparasi aparat penegak hukum (APH) atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pembebasan lahan Bandara Mangkendek, Tana Toraja. Dimana dalam perkara ini Penyidik Tipikor Polda Sulsel dengan pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel saling silang pendapat terkait kelanjutan hukumnya.
Ketua FORMAT, Heriadi menyebut sejak lama kasus ini sudah jadi perhatian. Dalam sejumlah aksi FORMAT yang mempertanyakan kepastian hukum kasus ini tidak pernah mendapat jawaban yang jelas baik dari pihak Polda Sulsel sendiri maupun Kejati Sulsel.
“Kami terus meminta dan mendesak penegak hukum transparan dalam penanganan kasus ini. Kami juga mendesak untuk segera di tuntaskan jangan sampai terus menerus mengendap atau mandek. Kasus ini sudah sekian tahun jalan di tempat, oleh karena itu sesegera mungkin penegak hukum memberikan kepastian hukum dan memeriksa dugaan adanya keterlibatan petinggi di tanah Toraja,” tegas Heri pada Harian Rakyat Sulsel, Selasa (25/1/2022).
Seharunya kata Heri, aparat penegak hukum dalam perkara ini bersikap profesional. Masyarakat Toraja sampai saat ini disebut terus mempertanyakan kelanjutan juga kejelasan kasus ini. Apalagi ini masalah kasus dugaan korupsi yang tentunya merugikan masyarakat.
“Aparat penegak hukum bersikaplah profesional. Harus berani membuktikan dan memberi kepastian hukum. Jangan justru saling melempar tanggung jawab. Kami mahasiswa mewakili masyarakat sangat prihatin melihat penegakan hukum yang tidak lagi berani menjadi leadershep dalam mengusut tuntas kasus-kasus yang ditanganinya,” ujar dia.
Dalam perkara ini sendiri Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel, Kombes Pol Widoni Fedri mengklaim jika pihaknya telah melakukan pelimpahan tahap dua perkara ini. Artinya para tersangka dengan barang buktinya telah diserahkan pada pihak Kejati Sulsel.
“Tahap dua saya lupa (kapan), tapi sudah. Nanti saya cek ke tipikor karena yang dikerjakan banyak,” kata Widoni sebelumnya.
Namun pernyataan itu dibantah pihak Kejati Sulsel. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Idil menyampaikan bahwa sampai saat ini pihak penyidik Polda Sulsel belum menyerahkan tersangka dan barang bukti dalam perkara ini.
“Belum ada (tahap dua),” singkat Idil melalui pesan WhatsApp.
Adanya silang pendapat antar kedua institusi ini kemudian menimbulkan pertanyaan. Sebab sejak dari pertengahan tahun 2021 Polda Sulsel menyatakan P21.
Adapun awal mula penyidikan dan penyelidikan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Bandara Mangkendek ini dilakukan Polda Sulsel sejak dari tahun 2012. Kemudian dalam perjalanannya kasus tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan dan menetapkan 8 orang tersangka di tahun 2013 lalu.
Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulawesi Selatan (Sulsel) sendiri disimpulkan terjadi kerugian negara sekitar Rp 21 miliar dari total anggaran Rp 38 miliar yang digunakan dalam proyek pembebasan lahan bandara tersebut.
Meski belakangan nilai kerugian itu dianulir setelah dilakukan audit ulang oleh BPKP Sulsel. Kerugian ditetapkan hanya senilai Rp 7 miliar lebih.
Anggaran proyek sendiri diketahui bersumber dari dana sharing antara APBD Kabupaten Tana Toraja dan APBD Provinsi Sulsel.
Dari data yang dihimpun, masalah ini muncul sejak adanya kesalahan pembayaran dalam proyek pembebasan lahan yang dikuatkan oleh putusan perdata dari pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan, tetapi tak mendapatkan haknya. Malah pihak yang bukan pemilik lahan justru menerima pembayaran ganti rugi. (Cr3)