OPINI: Sifat Kemaruk, Kera

  • Bagikan

Setelah mencicip menu itu beberapa sendok, melakukannya di bawah meja atau menyerahkannya kepada pelayan yang segera menyatukannya dengan tumpukan piring kotor untuk didorong tempat cuci. Sisa-sisa makanan dan lauk yang pasti membuat ngiler mereka yang mampu bertahan hidup dari peruntungan belas kasih dermawan.

***

Cerita pada awal tulisan ini adalah penggalan rekaman dua video berbeda. Di antara pembaca mungkin ada yang sudah melihatnya berkali-kali melalui media sosial, karena dishare dari satu grup ke grup yang lain. Boleh jadi, ada yang merasa lucu dan terhibur setelah melihatnya.

Namun ada pula yang menilainya lebih serius, sebagai peringatan bagi mereka yang bergaya hidup kemaruk. Penggalan cerita kedua, sangat akrab dalam kehidupan banyak orang yang gemar ke pesta.

Mencari harta –dan beragam kesenangan hidup dunia—salah satu fitrah manusia. Meski begitu, manusia perlu mengenali karakter ‘’buruk’’ dirinya agar dalam mencari harta tidak terjebak dalam golongan yang berlebihan mencintai dunia. Di antara karakter buruk itu adalah kikir (Q.S Al-Isra/17: 100). Sifat kikir muncul ketika seseorang memiliki kecukupan harta.

Keimanan saat itu diuji. Salah satu bentuk ujian kesediaan untuk berbagi. Mereka yang memiliki keimanan yang kuat, tentu dengan sadar akan mengeluarkan sebagian hartanya untuk sesama karena memahami bahwa dalam setiap karunia yang diperoleh, ada hak sesama yang wajib didermakan. Jika ternyata dia enggan, boleh jadi penyakit wahn (cinta dunia) telah bersemayan dalam dirinya.

Kecintaan berlebihan kepada kenikmatan duniawi menyemaikan penyakit dan sifat kikir. Sifat bisa, selain dapat mengikis kepedulian kita terhadap sesama yang kurang mampu dan membutuhkan, juga dapat menumbuhkan sikap suka menumpuk-numpuk harta.

Ada orang yang memelihara sifat kikir, sampai pada tataran terburuk: pelit pada dirinya sendiri. Meskipun memiliki kecukupan harta untuk membeli sesuatu untuk keperluannya, namun terasa begitu berat baginya mengeluarkan harta karena takut hartanya berkurang.

Ali bin Abi Thalib pernah menyatakan keheranannya dengan orang bakhil. ‘’Orang yang kikir hanya mempercepat laju kemiskinannya. Ia kehilangan kesenangan hidup yang didambakan (tidak menikmati kekayaannya karena kebakhilannya). Ia hidup laksana si miskin, namun harus mempertanggungjawabkan hartanya pad hari kiamat sebagai orang kaya.’’ Wallahu’alam Bish-Shawab. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version