TAKALAR, RAKYATSULSEL – Kejaksaan Negeri (Kejari) Takalar melakukan ekspos perkara untuk diajukan persetujuan Penghentian Penuntutan (Restorative Justice) secara daring antara Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Dr. Fadil Zumhana bersama dengan Direktur Orang dan Harta Benda (Oharda) beserta jajaran dengan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Raimel Jesaja,S.H.,M.H dengan didampingi oleh Asisten Tindak Pidana Umum Andi Darmawangsa S.H.,M.H.
Diketahui Ekspos yang dilakukan Kajari Takalar, Salahuddin, S.H.,M.H beserta Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Agus Kumniawan,S.H dan Jaksa Penuntut Umum Rini Wijaya,S.H selaku fasilitator dan dihadiri oleh Kepala Desa Panyangkalang Kecamatan Mangarabombang, Ahmad Sabang, keluarga para terdakwa dan keluarga anak korban serta Kepala Sekolah SMA Negeri 5 Takalar, di Kampung Restorative Justice (RJ) Desa Panyakalang, Kecamatan Mangarabombang, Kamis (10/02/2002).
“Pada Ekspos tersebut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Dr. Fadil Zumhana menyatakan perkara Penganiayaan terhadap Anak dibawah umur memenuhi persyaratan untuk melalui proses RJ sesuai dengan ketentuan pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative, yaitu a. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, b. Ancaman pidana tidak lebih dan lima tahun, c. Terjadi kesepakatan damai antara pihak korban dengan pihak terdakwa tanpa ada paksaan dan pihak manapun, d. Pihak korban telah memaafkan perbuatan terdakwa dan sepakat untuk tidak melanjutkan perkaranya ketahap persidangan,” tegas Salahuddin.
“Tersangka MD dan tersangka ARR dalam perkara Penganiayaan terhadap anak dibawah umur disangka pasal 80 ayat (1) jo Pasal 76C UU No.17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Perubahan Kedua Atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama : 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 000 000,(tujuh puluh dua juta rup ah) ATAU Pasal 351 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Ancaman pidana penjara paling lama : 2 (dua) Tahun 8 (delapan) atau denda Rp.4.500 000,(empat juta lima ratus ribu rupiah) vide Perma Nomor 2 Tahun 2012,” ungkap Salahuddin.
Salahuddin juga menyampaikan kronologisnya, pada hari Kamis tanggal 4 November 2021 sekitar pukul 09: 00 wita bertempat di SMA Negeri 5 Takalar beralamat di Dusun Tuma’bring, Desa Galesong Baru, Kecamatan Gaesong.
Dimana antara anak korban AF dengan anak AM dan Anak MJB (Penuntutan terpisah dan tercapai diversi di Kantor Kejaksaan Negeri Takalar) sama-sama bersekolah di SMA Negeri 5 Takalar, sedangkan terdakwa MD dan terdakwa ARR adalah teman main anak AM.
Berawal pada kegiatan Pendidikan Jasmani Pencak Silat yang dilakukan didalam kelas, yang dapat dilihat oleh siswa lain diluar kelas termasuk salah satunya anak AM lalu pada saat anak korban AF sedang memperagakan gerakan pencak silat, secara diam-diam direkam oleh anak AM dan diketahui oleh anak korban AF, sehingga anak korban AF menyampaikan kepada anak AM untuk menghapus video tersebut sambil memegang kerah baju seragam anak AM lalu terjadi cekcok mulut, setelah itu anak AM meninggalkan anak korban AF. Karena tidak terima dan tersinggung anak AM diperlakukan seperti itu oleh anak korban AF lalu anak AM menghubungi terdakwa MD dan terdakwa ARR serta anak MJB.
Kemudian mereka pada saat jam istirahat sekitar pukul 11.30 Wita mendatangi kelas anak korban AF lalu terjadi cekcok mulut diantara mereka, hingga akhirnya anak AM, anak MJB, terdakwa MD dan terdakwa ARR memukul korban AF secara bergantian dengan menggunakan kepalan tangan kearah tubuh korban AF masing-masing sebanyak 1 (satu) kali.
Bahwa Hasil visum sebagai berikut, a. Pada daerah belakang telinga tampak luka memar warna kemerahan ukuran 1,5 CM x 1 M (satu koma lima centi meter kali satu meter): b. Pada siku kanan terdapat luka lecet ukuran 2 CM x 0.5 CM (Dua centimeter kali nol koma lima centimeter) warna seperti kulit seketika, tampak pengelupasan kulit ari.
Berdasarkan permintaan usulan Restorative Justice (RJ) Kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum diperoleh hasil Restorative Justice (RJ) disetujui dengan memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri Takalar untuk memerintahkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKP2).
Dalam kegiatan tersebut Kepala Kejaksaan Negeri Takalar menyerahkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKP2) kepada terdakwa MD dan terdakwa ARR sekaligus memberikan cinderamata kepada para terdakwa dan anak korban untuk memberikan motivasi dan semangat belajar dalam menggapai cita-cita.
“Proses Restorative Justice (RJ) yang sedang digencarkan oleh Kejaksaan Republik Indonesia berdasarkan arahan Jaksa Agung ST Burhanuddin adalah sebuah inovasi dan kebijakan humanis berdasarkan hati nurani yang dituangkan melalui Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor 15 Tahun 2020, dan merupakan perwujudan terhadap perinsip Dominus litis atau pengendali perkara yang melekat pada instansi Kejaksaan Republik Indonesia yang tertuang dalam pasal 139 KUHP.”
“Proses penegakan hukum melalui pendekatan keadilan Restorative merupakan reformasi penegakan hukum yang dapat mengatasi kekakuan hukum positif, bukan saja dimaksudkan untuk menepis anggapan bahwa hukum hanya tajam kebawah tetapi juga dimaksudkan agar tujuan hukum keadilan dan kemanfaatan hukum dapat segera diwujudkan.” Tegas Salahuddin.
Kepala UPT SMA 5 Takalar, Basir, S.Pd, M.Pd mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak dan terkhusus Kejaksaan Negeri Takalar.
“Saya atas nama keluarga besar UPT SMA 5 Takalar, termasuk mewakili orang tua korban dan pelaku mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi tingginya kepada Kajari Takalar, yang jelas apapun yang kita ambil hari ini, ada hikmanya dan keputusan yang kita ambil adalah kepentingan anak didik kita bersama,” ujar Kepala UPT SMAN 5 Takalar, Basir, S.Pd, M.Pd. (TIR)