MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Tim Kuasa Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) bersama Yayasan Wakaf UMI, kembali mengawal kasus yang menyangkut ketua yayasan.
Ketua Tim Hukum UMI, Prof Sufirman Rahman mengatakan, ada kasus tuntutan yang terdaftar perkara perdana no 54/perdata khusus-PHI/2021/PN.MKS telah dikawal.
Kasus ini lewat Pengadilan Negeri (PN) Makassar, memutuskan jika perkara no 54 tersebut yang dilayangkan kepada ketua yayasan, dalam pokok perkara menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya.
“Kasus itu berkaitan dengan gugatan tuntutan yang dilayangkan kepada Ketua Yayasan Wakaf UMI. Tuntutan itu dari seorang mantan dosen dan dekan di FKM UMI, R Sudirman,” ujarnya, Jumat (18/2/2022).
Kata Prof Sufirman, bermula dari RS diskorsing pasalnya telah melakukan penyimpangan dana sebesar Rp1.3 milyar dan diberi waktu mengembalikan selama 6 bulan. Namun hal itu tak ada respon dan itikad baik dari RS.
Olehnya itu secara resmi Tim Kuasa Hukum UMI melaporkan dengan tindak pidana penggelapan P 21. Namun RS justru menggugat balik pihak UMI dari Rektor. Namun setelah itu kembali lagi menggugat ketua yayasan.
“Materi gugatannya agar dibayarkan gajinya yang sebetulnya di perdata sudah di tolak pengadilan,” ucapnya.
Namun Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Makassar, telah resmi mengeluarkan hasil dari gugatan tersebut. Hasilnya Pengadilan Negeri Makassar menyatakan menolak perkara pidana gugatan R Sudirman.
Tetapi tak berhenti disitu, Kata Prof Sufirman kemudian kembali RS mengajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial, tuntutannya perdata khusus dimasukkan lagi agar gajinya dibayarkan selama masa skorsing.
Pengadilan Negeri (PN) Makassar sebelumnya juga memutuskan perkara No 54 tersebut, dimana dalam pokok perkara menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya. Lalu membebankan biaya perkara kepada negara.
“Ini membuktikan bahwa keputusan UMI dalam perberhentian dan di skorsing sudah tepat dan benar menurut hukum,” jelasnya.
Bermula dari kasus gugatan mantan Dekan Fakultas Kesehatan Makassar (FKM) UMI, Sudirman kepada Rektor UMI Prof Basri Modding.
Sudirman mengajukan gugatan perdata. Ia melampirkan materi gugatan yakni menuntut ganti kerugian atas Surat Keputusan UMI tentang penjatuhan skorsing terhadapnya.
Akan tetapi ini ditolak. Untuk itu Tim Kuasa Hukum UMI tidak lagi mengajukan upaya hukum atas kasus gugatan Sudirman. Lantaran sudah menang di PTUN.
Sehingga perkara perdata dinyatakan berkekuatan hukum tetap. Rektor bebas dari gugatan mantan dekan FKM. Gugatan Sudirman di PN Makassar juga terkait tuntutan Rp71,4 miliar. Ini sebagai ganti rugi, sebab Rektor UMI memberikan sanksi skorsing.
Namun gugatan tersebut ditolak dengan pertimbangan penggugat tidak berhasil memberikan dalil bukti gugatan. Justru penggugat dihukum biaya perkara yang timbul selama perkara berjalan. (YAD)