JAKARTA, RAKYATSULSEL – Fraksi Demokrat secara tegas meminta agar Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 02 Tahun 2022 segera dicabut. Regulasi tersebut dinilai merugikan pekerja atau buruh. Utamanya, soal aturan perihal manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) di BPJS Ketenagakerjaan, yang baru bisa diambil saat pekerja memasuki usia pensiun atau di usia 56 tahun.
Anggota DPR RI dari Dapil Sulsel I, Aliyah Mustika Ilham, menyampaikan Permenaker 02/2022 layak dicabut karena merugikan pekerja. Kebijakan yang dibuat pemerintah seharusnya pro-rakyat. Untuk itu, pihaknya mendukung suara mayoritas pekerja di Indonesia yang menginginkan agar aturan JHT, termasuk Permenaker 02/2022 segera dicabut.
“Aturan JHT dalam Permenaker 02/2022 adalah sebuah kebijakan yang salah dan bahkan sangat otoriter. Karena itu, sesuai instruksi Ketua Umum Partai Demokrat, Fraksi Demokrat DPR RI meminta agar Permenaker 02/2022 dicabut karena dipandang tidak logis dan tidak adil,” ujar istri dari mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin (IAS) itu, Sabtu malam (19/2/2022).
Ia menekankan penolakan Fraksi Demokrat atas Permenaker 02/2022 merupakan wujud dukungan terhadap perjuangan rakyat, khususnya para pekerja dan buruh. Diharapkannya agar pemerintah tidak memaksakan kehendak. Toh, bila aturan itu dicabut, pemerintah tidak akan mengalami kerugian.
“Penolakan keras Fraksi Partai Demokrat atas Permenaker 02/2022 adalah konsistensi bahwa Demokrat berkoalisi dengan rakyat dan selalu memperjuangkan aspirasi dan kesejahteraan rakyat. Apalagi, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono sudah menginstruksikan untuk memperjuangkan pencabutan permenaker itu, yang dipandang tidak logis dan tidak adil. Ya karena harapan rakyat adalah perjuangan Demokrat,” kata Aliyah.
Rekam jejak keberpihakan Partai Demokrat terhadap rakyat sudah sangat jelas. Seperti tatkala pembahasan RUU Cipta Kerja, dimana Fraksi Demokrat bahkan Walk Out pada saat pengesahan UU Cipta Kerja saat Paripurna DPR, sebagai bentuk penolakan, sekaligus mewakili suara buruh dan pekerja yang menolak keras regulasi tersebut.
Lebih jauh, legislator DPR RI dua periode ini menjelaskan pemerintah melalui Kemenaker tidak bisa melarang atau membatasi pekerja atau peserta JHT untuk mengambil uangnya. Pasalnya,anggaran JHT bukan dari APBN, melainkan diambil langsung dari uang pekerja. Karena itu, JHT merupakan kepentingan pekerja dan tidak terkait langsung dengan pemerintah.
“JHT ini adalah tabungan milik pekerja. Ini sangat berguna bagi pekerja yang selama ini menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan saat belum berusia 56 tahun tetapi terkena PHK atau berhenti dengan berbagai alasan. JHT harus tetap dapat diambil oleh pekerja walaupun ia belum berusia 56 tahun namun
terkena PHK (bukan karena meninggal dunia atau karena cacat),” jelasnya.
“JHT ini manfaatnya ada untuk keadaan mendesak. Jadi kalau kehilangan pekerjaan, itu sebenarnya bisa dipakai, tidak harus menunggu usia 56 tahun baru dicairkan. Karena ini kan tabungan masa depan juga sebenarnya. Tidak semua orang kalau kehilangan pekerjaan itu punya tabungan yang cukup,” sambung Aliyah.
Legislator Demokrat itu mengimbuhkan pemerintah seharusnya peka dengan kondisi masyarakat, khususnya kalangan pekerja di masa pandemi Covid-19. Kalangan pekerja dan buruh merupakan kelompok yang ikut terdampak, dimana banyak dari mereka yang sekarang kesulitan untuk bertahan, sehingga butuh dukungan pemerintah.
“Para pekerja, buruh khususnya yang paling berdampak dan dirugikan dalam Permenaker ini. Kesengsaraan mereka seakan tidak ada habisnya. Ini semacam akumulasi dan puncak dari kondisi tidak enak yang dialami oleh buruh. Mulai dari pandemi Covid-19, kemudian UU Ciptaker, lalu upah buruh yang tidak mengalami kenaikan dan sekarang ini. Jadi, ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula, lalu sekarang tersambar petir sampai 2 kali,” pungkasnya. (*)