Namun, kita juga prihatin karena kasus narkoba yang terbongkar tidak bergerak menurun. Semamin memprihatikan karena di antara yang tertangkap, bukan hanya masyarakat umum. Ada oknum petugas, baik sebagai penyalahguna maupun sebagai pengedar.
Penyalahguna narkoba memang bervariasi, baik rentang usia maupun latar belakang sosial. Saat ini ada 97 orang sedang menjalani proses rehabilitasi di Balai Rehabilitasi Narkoba, Baddoka, Makassar. Mereka membutuhkan perhatian, tak hanya selama proses rehabilitas, tetapi juga pasca rehabilitasi. Terutama setelah mereka ‘’tamat’’ rehabilitas dan kembali ke kehidupan sosialnya, agar mereka tidak terpengaruh menjadi penyalahguna narkoba lagi.
***
Realitas sosial masyarakat kita yang memiriskan itu, antara lain, karena cenderung jauh dari sentuhan nilai-jiwa religious. Proses pembelajaran pendidikan formal umumnya menempatkan pendidikan agama hanya sebagai ‘’pelengkap’’. Substansi pembelajarannya kurang mengakar pada pembentukan kepribadian. Mungkin itu sebabnya, pakar dan pengamat pendidikan berpendapat, proses pendidikan, pembinaan, dan bimbingan generasi bangsa tidak semata-mata diserahkan ke lembaga-lembaga pendidikan formal.
Di tengah-tengah masyarakat, muncul lembaga yang menawarkan beragam metode dalam proses pembinaan dan penempahan pribadi atau karakter. Salah satunya, adalah spritual parenting. Spritual parenting adalah usaha terencana untuk pengasuhan, perlindungan, dan pembinaan dalam suasana yang memungkinkan peserta aktif memaksimalkan potensinya dalam menumbuhkan kecerdasan, mengendalikan diri, membentuk kepribadian, dan prilaku yang terpuji dengan spirit religious.
Spritial parenting sesuatu yang niscara dalam perspektif Islam. Orang tua memiliki peran sentral dalam membentuk pribadi dan menata masa depan anak-anaknya (HR. Bukhari, Kitabul Jana`iz dan Muslim, Kitabul Qadar). Mukmin dan mukminin juga menentukan nasib akhir keturunannya di alam akhirat (QS. At-Tahrim/66: 6).
Keturunan adalah amanah dari Sang Maha Pencipta yang harus dibimbing dan dibina sesuai dengan tuntunan ajarannya.
Dalam perspektif ini, spritual parenting Nabi Ibrahim sebagaimana dikisahkan Allah dalam al-Qur’an dan aplikasinya dicontohkan Rasulullah saw., patut menjadi acuan utama. Jika akhir-akhir ini berkembang perbincangan “membebankan” tanggungjawab pembinaan anak kepada kaum ibu, dalam dialog Nabi Ibrahim dengan putranya Ismail ataupun dalam kisah Lukman dengan putranya, justru mengabarkan peran dominan sang ayah.