MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Kasus PT Smart terduga pelanggaran penyaluran minyak goreng curah di Sulawesi Selatan ditangani Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Perkara ini diambil alih Bareskrim Polri sebab ada dugaan masih ada kaitannya dengan kartel nasional yang sedang dalam penyelidikan.
“Mabes yang ambil alih (kasus PT Smart) karena diduga ada keterkaitan denhan kartel nasional ” kata Kasubdit I Industri Perdagangan Ditreskrimsus Polda Sulsel, Kompol Indra Waspada Yudha, Selasa (22/2)
Selaku Ketua Tim Satgas Pangan Ditreskrimsus Polda Sulsel, dia mengaku tidak mengetahui banyak perihal penanganan kasus ini.
Sehingga dia tidak mengetahui persis siapa-siapa saja yang akan dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi.
“Jadi untuk temuan kemarin penanganannya di Bareskrim Mabes Polri, dikarenakan yang diperiksa adalah produsen atau pabrik yang bukan di wilayah Sulsel,” ujarnya.
Adapun terkait minyak goreng curah milik PT Smart yang sebelumnya diamankan kepolisian untuk dijadikan barang bukti yakni sebanyak 1.264.699 kilogram akan kembali disalurkan kepada mayarakat.
“Untuk minyak goreng yang ditemukan tidak disita dan diperintahkan untuk disalurkan ke masyarakat,” sebut mantan Wakasat Narkoba Polrestabes Makassar itu.
Kasus ini terbongkar setelah Satgas Pangan Polda Sulsel melakukan inspeksi mendadak (sidak) di tiga produsen minyak goreng curah yang ada dalam kawasan Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar.
Polisi menemukan penyaluran minyak goreng curah yang dikelola PT Smart terdapat pelanggaran didalamnya yaitu penyalahgunaan alokasi DMO (Domestic Market Obligation), DPO (Domestic Price Obligation), dan RBD Palm Olein (Minyak Goreng Curah).
Pelanggaran itu merujuk pada alokasi DMO dan DPO, sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 a Permendag nomor 8 Tahun 2022 Jo Permendag nomor 2 Tahun 2022 tentang perubahan atas Permendag nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Di mana PT Smart disebut telah mengajukan Persetujuan Ekspor (PE) ke Kemendag RI, dengan kewajiban melaksanakan DMO dan RBD Palm Olein sebanyak 1.850 ton.
Hanya saja alokasi DMO oleh PT Smart sebesar 20 persen dengan harga domestik Rp10.300 per kilogram dengan tujuan keperluan rumah tangga sebagian dialihkan untuk industri dengan harga yang lebih tinggi yaitu Rp18.100 per kilogram sampai Rp18.600 per kilogram. Sementara untuk keperluan rumah tangga hanya Rp12.000 per kilogram.
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Komang Suartana sebelumnya mengatakan hasil penyelidikan PT Smart telah menjual minyak goreng curah DMO dan DPO tersebut ke beberapa distributor.
Diantaranya, PT Malindo Feedmil dan CV Duta Abadi. Itu dilakukan sebanyak enam kali dengan total penjualan rumah tangga sebanyak 42.000 ton, dan industri sebanyak 45.000 ton.
Sedangkan CV Evandaru untuk kepentingan industri sebanyak 138.000 kilogram atau 138 ton dengan catatan 76,62 ton yang masih tersimpan di dalam kilang tetapi sudah terbeli atau sudah menjadi milik distributor dengan harga Rp19.100 per kilogram.
“PT Smart juga disebut telah menjual minyak goreng curah DMO dan DPO ke beberapa distributor yaitu PT Kilang Nabati Terpadu,” ujar dia.
Komang menjelaskan, minyak goreng curah milik PT Smart dikirim dari Kabupaten Tarjun, Kalimatan Selatan ke Kota Makasar dengan jumlah 1.850 ton.
Dari hasil temuan tersebut 61,18 ton didistribusikan ke pabrik industri. Seharusnya minyak goreng tersebut untuk konsumen rumah tangga.
Adanya penyalahgunaan ini diduga mengakibatkan harga penjualan minyak goreng curah pada pasar tradisional melebihi harga eceran tertinggi yang telah ditentukan sebesar Rp11.500 per liter menjadi Rp15.000 per liter.
Adapun barang bukti yang diamankan diantaranya, sisa blok minyak goreng yang ada di kilang PT Smart sejumlah 1.264.699 kilogram.
Dokumen-dokumen terkait PT Smart, dokumen-dokumen terkait penjualan CV Duta Abadi, juga dokumen-dokumen terkait legalitas pendirian CV Duta Abadi.
Terpisah, Asisten Manajer PT Smart Pelabuhan Makassar, Donatur Yulianus Pantaow, mengatakan pihaknya belum bisa memberikan komentar banyak terkait malasah ini.
“Nanti diklarifikasi oleh orang pusat saya di Mabes Polri Jakarta,” kata dia.
Doni sapaannya mengungkapkan, apa yang dirilis Polda Sulsel didalamnya terdapat kekeliruan. Kelangkaan minyak goreng di Kota Makassar terjadi karena lambatnya distribusi dari distributor, sehingga pedagang kecil di pasar tradisional maupun modern lambat mendapatkan stok.
“Bukan langka karena dijual ke industri. Untuk sekedar informasi saja yang kami sudah jual untuk subsidi sebesar kira-kira 850 ton sedangkan untuk industri kami jual kira-kira130 ton,” kuncinya.
(Ishak Pasabuan)