Film Ambo Nai Sopir Andalan: Berbahasa Bugis, Tembus 100 Layar Bioskop 

  • Bagikan

PENULIS: SYAMSI NUR FADHILA

MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Dunia perfilman tanah air kembali disemarakkan dengan kehadiran film drama komedi bertajuk Ambo Nai Sopir Andalan. Film ini segera tayang di bioskop pada 24 Februari 2022. Sebelumnya, Gala Premiere Ambo Nai Sopir Andalan sudah digelar di XXI Mal Panakkukang, Senin lalu.

Film ini mengisahkan tentang Ambo Nai yang harus menerima kenyataan dipecat sebagai sopir penumpang antar daerah pada saat istrinya sedang hamil tua.

Namun harapannya membuncah saat ia mendapatkan informasi dari sahabatnya, Malla, bahwa juragan ikan di Bajoe, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, sedang butuh sopir untuk mengantar ikan-ikannya ke kota.

Ambo Nai sangat antusias. Dia yakin bisa diterima bekerja. Ia tidak tahu kalau persaingan sesama sopir di tempat juragan ikan, sangat keras. Persahabatannya dengan Malla, diuji. Ia juga harus berhadapan dengan geng Bos Pirang.

Produser film, Sunarti Sain menceritakan kemunculan ide film ini untuk pertama kali. Kala itu, pada 2020, awal mula pandemi Covid-19 merebak di tanah air. Berbagai sektor berhenti untuk sementara, tak terkecuali industri perfilman.

Una, sapaan akrabnya, bersama sineas lain merasa gusar. Alasannya, tidak sedikit dari mereka yang mengandalkan penghasilan utama dari industri tersebut. Dari situ, Una mencoba mencari jalan keluar agar industri tetap berjalan, namun kesehatan tetap diutamakan. Gayung bersambut, seorang rekannya menghubungi dia memintanya menengok video Ambo Nai di kanal YouTube.

“Dari situ saya mulai kepikiran, kenapa tidak kalau ini diangkat ke layar lebar, film berbahasa Bugis, lalu dibuatkan cerita yang baru dengan sinematografi yang baik,” kisah Una.

Ide tersebut tak tinggal lama di kepalanya. Niat itu segera dia ekseskusi dengan berdiskusi panjang bersama Andi Burhamzah, yang bertindak sebagai sutradara sekaligus penulis filmnya.

“Tokoh-tokohnya juga kami panggil ke Makassar, kami ajak diskusi, saya juga kemudian ngomong sama investor, dan akhirnya jadilah kami syuting bulan Mei 2020,” beber Una.

Proses penggarapan film dari mula praproduksi hingga pascaproduksi dilakukan selama kurang lebih satu tahun. Namun khusus untuk proses syuting, dilakukan selama 25 hari.

“Kami syuting di empat daerah. Di Kabupaten Bone, Sengkang, Maros, dan di Kota Makassar,” katanya.

Proses penggarapan film melibatkan 50-an orang. Khusus pemain yang terlibat ada sekitar 20 orang. Menurut penuturan Una, proses syuting berjalan baik, meski diselingi beberapa kendala, utamanya penerapan protokol kesehatan.

Seluruh kru yang terlibat harus dipastikan dalam keadaan sehat. Belum lagi harus bersusah payah mencegah timbulnya kerumunan. Sebab, setiap kali proses pengambilan gambar dilakukan, banyak warga yang ingin melihat.

“Mencegah orang berkerumun itu agak kesulitan karena Ambo Nai ini ternyata penggemarnya sangat banyak sekali. Kami sampai pusing atur-atur orang. Tiap kali take, tiba-tiba ada yang muncul di balik pohon, akhirnya kami take ulang lagi,” kenang Una.

Bahkan, salah seorang pemain sempat tak sadarkan diri karena tak tahan teriknya matahari. Apalagi, lokasi pengambilan gambar banyak dilakukan di jalanan dan di Pelabuhan Bajoe.

Kendati begitu, setiap pemain berhasil memerankan tokoh masing-masing dengan apik, khususnya pada dua tokoh utama, Ambo Nai dan Malla.

Kata dia, tidak cukup sulit untuk mengarahkan keduanya agar memberikan ruh pada karakter yang diperankan. Cerita yang diusung dalam film sangat lekat dengan kehidupan sehari-hari para pemain.

“Film ini bercerita tentang sopir pengantar ikan, dan ternyata mereka memang kehidupannya tidak jauh dari situ. Mereka ini hidup di daerah Bajoe yang notabene di sana itu ada penjual ikan, sopir pengantar ikan, ada yang juragan kapal, jadi mereka tidak kesulitan untuk beradaptasi,” bebernya.

Film besutan sineas Sulawesi Selatan ini digarap oleh Timur Picture dan 786 Production. Film merupakan film bernuasa lokal yang menasional, dan berani hadir di layar lebar menggunakan bahasa Bugis.

Dari total 83 menit durasi film, 90 persen percakapan tokoh di dalamnya menggunakan bahasa Bugis. Meski demikian, film ini tetap dilengkapi dengan takarir atau subtitle.

Kata Una, film yang menggunakan bahasa Bugis ini menjadi salah satu bukti bahwa film berbahasa daerah juga diterima dan dapat mengikuti era kekinian. Rencananya ada 100 layar bioskop di 30 kota di Indonesia yang siap menayangkan film ini.

Awalnya, Una dan tim sempat pesimis film ini tidak akan diminati oleh masyarakat di Pulau Jawa karena menggunakan bahasa Bugis.

Namun ternyata, ketakutan itu tak terbukti. Kemunculan film Ambo Nai justru mencuri perhatian sineas-sineas dari Pulau Jawa.
Sebut saja Bayu Skak yang menyutradarai Film Yo Wis Ben. Menurut pengakuan Una, Bayu Skak sangat antusias dan menunggu film ini tayang di bioskop.

“Jadi bahasa daerah itu memang perlu untuk diketahui juga oleh orang lain, bukan hanya oleh orang-orang yang dari daerah itu saja. Dengan begini, kita bisa belajar dan mengenali bahasa daerah yang ada di negara kita,” jelas Una.

Untuk mempromosikan film Ambo Nai Sopir Andalan, lanjut Una, tim akan melakukan roadshow ke beberapa daerah.

“Kami akan roadshow tapi masih di seputaran Sulawesi Selatan saja dulu, karena situasi pandemi juga belum memungkinkan kami untuk roadshow di luar Sulsel,” katanya.

Una pun mengajak seluruh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Bugis Makassar yang hidup di perantauan untuk menonton film ini.

“Film ini patut ditonton untuk mengobati kerinduan akan kampung halaman. Genrenya memang komedi, tapi ada juga momen yang akan membuat penonton mengeluarkan air mata. Ada banyak pelajaran penting yang ada di film ini. Jadi, ayo nonton tanggal 24 Februari,” bebernya.

Kehadiran film ini membawa angin segar bagi kancah perfilman tanah air. Una berharap, ke depannya makin banyak sineas lokal yang menciptakan karya yang lebih baik dan lebih berkualitas.

Para sineas diharapkan berani membuka diri dan melakukan banyak kolaborasi dengan pihak lain. Tidak lagi bersikap egosentris, melainkan saling bergandengan tangan untuk mengharumkan nama daerah. (*)

  • Bagikan