Saat dirinya mendapat amanah dari suara mayoritas penduduk Indonesia sebagai Presiden VII Indonesia pada April 2017, Jokowi memerintahkan Bappenas untuk menyusun kajian pemindahan ibu kota negara. Dua tahun kemudian, pada rapat terbatas pemerintah pada 29 April 2019, Jokowi memutuskan memindahkan ibu kota negara ke luar pulau Jawa.
Langkah brilian Jokowi memindahkan Jakarta ke luar pulau Jawa mendapat banyak dukungan. Meski tidak sedikit juga yang menentang langkah tersebut. Kebulatan tekad, disertai perhitungan matang, sekaligus sebagai legacy kelak, mantan Wali Kota Solo dua periode ini menandatangani Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) pada medio Februari 2022.
Hal ini sekaligus menandai dimulainya pembangunan IKN di tempat baru di luar pulau Jawa, yaitu di Provinsi Kalimantan Timur.
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, mengatakan, pembangunan IKN yang mengusung “Kota Dunia untuk Semua” menjadi awal peradaban baru bagi Indonesia.
“Dengan nama Nusantara, Ibu Kota Negara merepresentasikan konsep kesatuan yang mengakomodasi kekayaan kemajemukan Indonesia. Realitas kekayaan kemajemukan Indonesia menjadi modal sosial memajukan kesejahteraan rakyat, demi Indonesia maju, tangguh, dan berkelanjutan,” ucap Suharso dikutip dari siaran pers Kementerian PPN/Bappenas yang dilansir tribunnews.com, Jumat (18/2).
Dipilihnya Kalimantan Timur sebagai pusat IKN, tepatnya di wilayah Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara, bukan tanpa perhitungan yang jelas dan kajian yang mendalam. Kalimantan adalah kepingan “surga” yang jatuh ke bumi Indonesia.
Alamnya indah, panoramanya memesona, penduduknya pun ramah. Kalimantan kaya dengan adat-istiadat, serta budayanya yang menakjubkan. Jangan lupa, Kalimantan adalah paru-paru dunia, sehingga Kalimantan kadang juga disebut sebagai forest of the future.
Jika ada yang mengatakan Kalimantan bukan tempat aman dan nyaman, maka narasi yang dibangun itu harus diluruskan, karena berdasarkan kajian Bappenas, Kalimantan, tepatnya di Kalimantan Timur, adalah wilayah dengan risiko bencana paling kecil.
Alasannya, Kalimantan tidak memiliki gunung berapi karena letaknya tidak berdekatan jalur lempeng tektonik atau tidak dilalui jalur magma Eurasia dan Indo-Australia. Meski heterogen, penduduk Kalimantan saling menghargai, sehingga memiliki risiko kecil terhadap munculnya konflik sosial.
Pun jika ada yang menyebut Kalimantan bukan daerah yang kaya, maka narasi ini sepantasnya harus segera diluruskan, karena Kalimantan menyimpan potensi sumber daya alam yang besar. Kalimantan adalah energi masa depan, energy of the future.