MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Lahirnya Perpres 104 Tahun 2021 yang mengatur 40 persen dari Dana Desa harus dialihkan ke BLT mendapat protes sebagian besar kepala desa, tak terkecuali di Sulsel.
Menyikapi hal tersebut, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPD) RI, Dr H Ajiep Padindang, SE, MM, mengaku setuju dengan penolakan para kepala desa tersebut.
Pasalnya kata Ajiep, sangat memberatkan para kades dan bahkan bisa membuat kades tak jujur dalam menentukan calon penerima BLT.
“Pagu 40 persen sesuai PERPRES 104 tahun 2021, diprotes sebagian besar kepala desa dan saya mendukung itu, sebab itu memberatkan kepala desa, bahkan bisa membuat kades tdk jujur menentukan calon penerima,” ujar Ajiep Padindang, Sabtu (26/2).
Ia pun mengaku telah menyampaikan keresahan para kades tersebut ke Menkeu Sri Mulyani untuk dapat memberikan diskresi bagi kepala daerah untuk menentukan penggunaan dana desa.
“Dalam rapat dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani telah berjanji akan memberikan diskresi bagi kepala daerah untuk menentukan alokasi penggunaan Dana Desa apabila penerima manfaat BLT Dana Desa tidak cukup,” ujarnya.
“Saya kemarin memang secara sengaja dalam rangka reses, juga menemui perwakilan BPKP Sulsel yang baru. Intinya saya ketemu itu ialah menyampaikan tentang alokasi dana desa yang harus minimal 40 persen menjadi BLT tunai,” kata Ajiep.
“Minimal itu, yang tidak keberatan kepala desa yang mau pemilihan kepala desanya. Jadi yang mau Pilkades, kepala desanya tidak keberatan bahkan mau 50 persen. Karena dengan demikian sudah ada kepastian suara, tapi tidak semua juga,” ungkapnya.
“Sepwrti Pilkades di Kabupaten Bone, baru-baru ini ada juga penerima BLT, nya tidak terima kepala desanya,” sambung mantan anggota DPRD Sulsel itu.
Menurutnya, salah satu alasan beratnya alokasi 40 persen Dana Desa ke BLT, lantaran dianggap membebani serapan anggaran, sementara banyak program terencana kegiatan lain yang mestinya bisa dicover.
Lanjut dia, sebenarnya banyak calon penerima BLT Desa ini tidak cukup lagi 10 persen, karena sudah tercover dengan sejumlah bantuan-bantuan yang lain.
“Ini BLT tunai desa, diberikan kepada masyarakat desa yang memenuhi syarat dan yang belum sama sekali mendapatkan bantuan dari pemerintah,” tuturnya.
Karena itu sebenarnya di tingkat desa agak beda sedikit dengan lurah. Karena di tingkat desa tidak ada istilah tidak dapat bantuan yang terkait dengan covid berapa pun nilainya, serendah-rendahnya ini BLT Rp300 ribu perbulan selama 12 bulan.
“Yang lainya itu ada bantuan dana bantuan yang berbentuk raskin ada pendampingan PKH, ada malah untuk usaha produktif macam-macam,” ungkapnya.
Ditambahkan, totalnya dana Desa untuk wilayah Sulsel setiap desa bervariasi ada Rp miliar, ada Rp800 juta serta ada Rp 900 juta. Karena ada banyak variabel di dalamnya.
“Kalau Rp1 miliar habis 680 juta untuk covid dan masalahnya tidak efektif juga itu sasaran,” terangnya.
Pihaknya selaku DPD RI juga telah melakukan rapat dengan Menteri Keuangan tentang penjabaran undang-undang APBN. Dimana dalam pasalnya disebutkan itu hanya 20 persen.
“Setelah rapat dengan Menteri Keuangan ada penjabaran yang sedikit bisa melonggarkan isi Perpres. Ada disebut diskresi kepala daerah. Jadi apabila tidak calon Penerima BLT Desa tak cukup 40 persen, maka kepala daerah berhak mengalihkan ke desa lainnya di wilayah kabupaten yang sama sepanjang memenuhi syarat sebagai penerima BLT tunai. Mau 50-60 persen kalau disitu memenuhi bisa dialihkan,” jelasnya.
Diskresi berikut adalah, apabila di semua desa di kabupaten/kota itu sudah tidak ada lagi yang memenuhi syarat untuk menerima, maka Bupati melaporkan kepada menteri keuangan dengan meminta penempatan kembali dana desa itu.
“Jadi kepala daerah bisa meminta untuk mengembalikan dana itu ke kabupaten untuk kemudian dibagikan ke desa dengan arah penggunaan sesuai proritas desa itu. Kalau prioritas desa itu adalah acuannya Kementerian desa, karena kementerian desa memberikan arah prioritas penggunaan dana desa,” pungkasnya. (YAD)