“Polanya sebenarnya mirip dengan trend elektabilitas Capres di tingkat nasional. Kepala-kepala daerah, dalam hal ini Gubernur, yang juga bukan ketua partai justru berada di posisi-posisi teratas,” katanya.
Lanjut dia, untuk trend elektabilitas Cagub pun begitu. Kepala-kepala daerah, Bupati dan Walikota yang bukan ketua partai juga memimpin trend elektabilitas.
Sehingga semua aktivitasnya terekspose, apalagi kalau kebijakannya juga populis dan minim resistensi. Persepsi positif kinerja kepemimpinannya terus tersosialisasi.
“Saya kira lebih karena kepala-kepala daerah ini mulai membawa mimbar kepemimpinannya ke arena panggung media,” tuturya.
Tetapi untuk trend pencalonan Gubernur ke depan, masih dipengaruhi banyak variabel. Terutama ketika sudah menyangkut kandidasi di internal partai politik.
“Kita semua memahami, bahwa desain demokrasi lokal di Pilkada masih dikendalikan oleh kuasa oligarki. Merekalah yang menyeleksi, siapa pasangan yang boleh tampil menjadi kontestan di arena Pilgub 2024 nanti,” jelasnya.
“Basis penentuan pasangan calon yang diusung tidak mutlak hanya berdasar pada elektabilitas hasil potret survey,” sambung dia. (*)