MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh salah seorang oknum Polisi terhadap seorang Asisten Rumah Tangganya (ART) yang masih berusia 13 tahun di Kabupaten Gowa saat ini dalam penanganan Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Sulsel.
Kabid Propam Polda Sulsel, Kombes Pol Agoeng Adi Kurniawan yang dikonfirmasi perihal itu mengatakan, saat ini kasusnya masih sedang didalami pihaknya sesuai informasi pemberitaan yang mereka terima.
“Masih lidik. Masih penyelidikan itu kan berita muncul kita konfirmasi,” kata Kombes Pol Agoeng saat dikonfirmasi via telepon WhatsApp, Senin (28/2/2022).
Agoeng menegaskan, jika kejadian itu benar adanya maka pihaknya dipastikan akan memberikan sanksi. Adapun jikalau informasinya tidak benar maka terduga pelaku harus dipulihkan nama baiknya.
“Kalau benar kita proses lanjut, tapi kalau tidak benar kita bersihkan nama baik yang bersangkutan. Pasti ada saksi kalau benar. Tapi kita belum bisa menduga duga karena itukan baru berita (yang didapat),” kata dia.
Diketahui, kasus ini mulai terbongkar setelah korban berani buka suara. Korban yang tidak disebutkan identitasnya ini mengakui bahwa dirinya sering dijadikan sebagai tempat pelampiasan nafsu oknum Polisi yang berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) di Polda Sulsel itu.
Korban sendiri masih duduk di bangku SMP, ia mengaku bahwa dia disetubuhi saat menjadi asisten rumah tangga (ART) di rumah terduga pelaku.
Korban membeberkan, kejadian pelecehan itu mulai dari Oktober 2021 hingga Sabtu kemarin, 26 Februari 2022. Dalam rentang waktu empat bulan tersebut, oknum polisi itu mengajak korban berhubungan badan di lokasi yang berbeda-beda.
“Dari bulan 10 ka berhubungan badan kak, disituji rumahnya, ada rumah pertamanya di dekat jembatan Barombong. Itu kalau mau berhubungan badan, saya membersihkan dulu sedikit di rumahnya, baru saya buatkan air panas. Sudah minum teh baru dia lakukan itu (hubungan badan),” kata korban saat dihubungi via telepon, pada Minggu (27/2/2022) malam.
Dari keterangan korban, ia mengaku terpaksa menuruti kemauan pelaku karena diiming-iming bahwa dirinya akan dibiayai sekolahnya dan meningkatkan perekonomian keluarganya.
Adanya kejadian ini, Ketua Divisi Perempuan Anak dan Disabilitas LBH Makassar, Rezky Pratiwi mengatakan dari LBH Makassar sendiri sangat mengecam aksi pelaku apalagi pelakunya diduga dari kalangan oknum penegak hukum.
“Dalam kasus ini oknum terduga pelaku sangat layak di kecam dan di proses (hukum),” tegas Rezky.
Dalam kasus ini pun, Rezky mengatakan, kebanyakan pelaku sering tidak mendapat hukuman lebih apalagi jika pelakunya adalah seorang Polisi. Alasannya dikarenakan dia punya posisi tawar dalam penangan kasusnya sendiri.
“Karena itu punya posisi tawar dan punya konflik kepentingan, sama-sama satu korps maka tantangannya lebih besar, di samping secara karasteristik kasus-kasus kekerasan seksual punya tantangan sendiri karena sering dilakukan di ruang-ruang privat yang minim saksi. Jadi kalau misalnya satu pelakunya orang yang punya posisi sosial yang kuat di tambah saksinya tidak ada, ditambah lagi polisinya juga tidak sensitif tidak punya perspektif perlindungan anak,” sebutnya.
Selain itu, kata dia, dalam kasus ini, anak dan perempuan dengan ekonomi yang di bawah garis kemiskinan memang rentan mendapat tindakan kekerasan baik itu kekerasan seksual maupun kekerasan lainnya.
“Kondisi ekonomi keluarga itulah situasi rentan, si pelaku ini memanfaatkan anak dan perempuan dalam kasus ini yang di duga oknum polisi melakukan eksploitasi seksual terhadap korba,” kuncinya.
Secara terbuka, Rezky mengatakan LBH Makassar akan sangat terbuka jika si korban datang melaporkan kasusnya di LBH Makassar dan mendapat perlindungan serta pendampingan hukum. (Cr3)