PTDH Ditangan di Mabes Polri, AKBP M Terduga Pelecehan Seksual ART Ajukan Banding

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL – AKBP M sebagai terduga pelanggar dalam kasus pelecehan seksual terhadap Pembantu Rumah Tangganya (PRT) yang masih berusia 13 Tahun resmi mengajukan memori banding. Hal itu dilayangkan AKBP M sebagai bentuk pembelaan dirinya atas apa yang didakwakan dalam sidang Etik Profesi Propam Polda Sulsel, Jumat (11/3/2022) lalu.

Dimana dalam dakwaan tersebut AKBP M direkomendasikan untuk disanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) sebab dinilai telah melanggar Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011, Pasal 7 Ayat 1 huruf b tentang Kode Etik Profesi Polri.

“Memori banding terduga pelanggar telah diterima Kamis lalu,” kata Kabid Propam Polda Sulsel, Kombes Pol Agoeng Adi Koerniawan saat dikonfirmasi, Rabu (23/3/2022).

Meski telah diterima pihaknya, Agoeng mengatakan berkas tersebut telah dilimpahkan ke Mabes Polri. Mengingat keputusan semuanya merujuk pada rekomendasi dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

“Kita tunggu informasi dari Mabes Polri karena kasus ini sudah dilimpahkan ke sana. Yang jelas pelaksanaan bandingnya mungkin secepatnya,” ujar Agoeng.

Lebih lanjut, Agoeng membocorkan status AKBP Mustari sebagai anggota kepolisian, secara halus sudah dipecat berdasarkan hasil sidang etik sebelumnya.

“Kalau secara halus sudah dipecat. Namun kan, secara resmi itu keputusan ada pada Kapolri. Hanya saja, memori banding tentu hak anggota. Dalam pengajuannya pun, ia menolak sanksi PTDH yang dijatuhkan padanya,” terangnya..

Sebelumnya, dalam sidang pertama dengan agenda pembacaan tuntutan yang dipimpin langsung oleh Irwasda Polda Sulsel, Kombes Pol Ai Afriandi selaku Ketua Majelis Etik dengan Tim Penuntut Umum diketuai oleh Kabid Propam Polda Sulsel, Kombes Pol Agoeng Adi Koerniawan.

Sidang kala itu menghadirkan tujuh orang saksi. Mulai dari korban sendiri (IS), orang tua korban, kakak korban, termasuk RT di wilayah tempat kejadian perkara.

“Kami sudah hadirkan para saksi dan sudah mendengarkan keterangan saksi-saksi,” kata Kombes Pol Ai Afriandi.

AKBP M dituntut saksi yang sifatnya tidak administratif berupa pelanggaran yang dinyatakan sebagai pelanggaran tercela dan kedua sanski yang sifatnya administratif berupa direkomendasikan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari Kepolisian Republik Indonesia.

Namun, PTDH tersebut hanya bisa dilakukan setelah adanya rekomendasi dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

“Dipecat (jika merujuk pada tuntutan dalam sidang). Tapi keputusan ada pada Pak Kapolri,” sebutnya.

Dalam sidang itu juga terduga pelanggar tidak mau mengakui perbuatannya. Meskipun beberapa alat bukti seperti sisa alat kontrasepsi yang ditemukan di rumah AKBP M semakin memperkuat dan meyakinkan Ketua Majelis Etik.

“Terduga pelanggar tidak mengakui perbuatannya dalam persidangan. Tapi itu hak terduga karena terduga pelanggar tidak diambil sumpahnya meskipun sudah diketuk hatinya oleh pimpinan sidang untuk mengakui saja akan tetapi yang bersangkutan tidak mengakui perbuatannya,” sebut Kombes Pol Agoeng.

Sanksi berat yang menanti AKBP M yakni PTDH dinilai sudah tepat sebab korban dalam perkara ini masih anak di bawah umur yang seharunya diayomi dan dilindungi.

“Sehingga keyakinan kami sebagai penuntut yakin perbuatan itu terjadi bahwa perbuatan terjadi pada periode Oktober sampai dengan Februari kemarin,” kuncinya. (Cr3)

  • Bagikan

Exit mobile version