Dia menilai bila developer yang mengembangkan nanti sistem e-voting sudah pertimbangkan masalah securiti dan lainnya. “Hati-hati saja, karena bisa saja akan jadi permasalahan di belakang hari kalau dianggap sistem tidak terjamin keamanannya,” tutur dia.
Menurut dia, e-voting bisa saja dianggap sebagai sistem yang dimanfaatkan untuk memenangkan pihak tertentu. “Jadi, variabel-variabel ini harus dipikirkan developer sistemnya. Agar masyarakat punya kepercayaan terhadap sistem e-votting nantinya,” demikian saran dia.
Sementara itu, Manajer Strategi dan Operasional Jaringan Suara Indonesia (JSI), Nursandy Syam mengatakan usulan pemilihan secara elektronik atau e-voting yang digaungkan oleh Menteri Kominfo, sebenarnya sudah lama menjadi suatu diskursus.
“Namun, momentumnya kurang tepat jika harus dipaksakan untuk diterapkan pada Pemilu 2024. Apalagi masa persiapan Pemilu 2024 cukup sempit,” ujar dia.
Dirinya menyebutkan penerapan e-voting perlu memperhatikan banyak aspek. Utamanya infrastruktur teknologi yang memadai atau tidak. “Tentu domain keputusan pelaksanaannya ada di tangan KPU dan DPR. Apakah e-voting mau diterapkan atau tidak,” kata Sandy.
Walau e-voting memang punya keunggulan karena bisa mempermudah proses penghitungan suara dan bisa menekan pembiayaan.
“Tapi juga beresiko bagi trust (kepercayaan) dan kualitas kepemiluan karena rentan soal keamanan digital dari serangan hacker dan gangguan operasional terkait kondisi lingkungan,” jelasnya.
Adapun pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Priyanto mengatakan e-voting di pemilu ini merupakan wacana lama, yang kembali digaungkan.