“Semacam statement-statement penghias pidato pejabat saja. Belum ada political-will serius, untuk menjadi keputusan. Kalaulah memang mau diimplementasikan, sebaiknya disiapkan serius rancangan perubahan regulasi hingga rencana aksi yang andal,” katanya.
Dirinya menyebutkan sebenarnya sudah ada best practice e-voting pada pemilihan di tingkat lokal. Seperti e-voting pemilihan kepala desa di Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Bantaeng. Namun pastinya memiliki tantangan utama ada pada kesiapan infrastruktur teknologi informasi.
“Kesiapan penyelenggara dan literasi teknologi e-voting pemilih. Indeks pembangunan TIK yang dirilis BPS, masih rendah.
Begitupun indeks literasi digital nasional yang dirilis Kominfo juga rata-rata masih di skala sedang. Dengan kondisi itu, masih menjadi tantangan membangun platform e voting menyeluruh dalam pelaksanaan Pemilu 2024,” ujar Luhur
“Tetapi semua harus segera dimulai. Model aplikasi Sirekap dan semacamnya dari KPU bisa menjadi rintisan untuk memperluas cakupan e-voting,” tambah dia.
Semakin maju sebuah sistem politik demokratis, maka sebenarnya semakin besar peran teknologi informasi. “Saya kira kita pun sedang menuju pada ekosistem demokrasi digital,” imbuh Luhur. (Fah-Yad)