MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Lima polisi dari Kepolisian Resor Pinrang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan. Mereka diduga terlibat dalam rekayasa kasus dan pungutan liar di Kabupaten Pinrang.
Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Komisaris Besar Komang Suartana mengatakan kelima personel polisi tengah dalam penanganan dan pemeriksaan intensif oleh Bidang Propam. Mereka telah mendekam di tahan sejak Rabu (6/4/2022).
“Mereka terjaring saat Propam melakukan OTT,” ujar Komang, Kamis (7/4/2022).
Menurut dia, untuk sementara kelima polisi itu dituding telah melakukan dugaan penyalahguanaan wewenang sebagai penyidik Reserse dan Kriminal Polres Pinrang. Komang belum membeberkan secara detail kasus yang membelit kelima personel tersebut. Kronologi penangkapan juga belum diungkap secara detail.
“Kelima anggota polisi itu diduga telah melakukan pungutan liar dengan cara merekayasa kasus,” beber Komang.
Komang mengatakan, pihak penyidik Propam masih terus mendalami dugaan keterlibatan lima polisi tersebut. Dia menegaskan, akan mereka akan diberi hukuman yang setimpal bila terbukti melakukan hal yang menyalahi disiplin dan etika sebagai anggota polisi.
“Kalau terbukti akan di porses sesuai aturan yang berlaku. Cuma ini masih proses pemeriksaan di Propam,” ujar Komang.
Sumber Harian Rakyat Sulsel di internal Kepolisian menyebutkan, kelima orang yang ditangkap itu merupakan penyidik di Unit Ekonomi/Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Reskrim Polres Pinrang. Satu orang yang ditangkap bertindak sebagai kepala unit (kanit) berpangkat inspektur polisi (IPTU) berinisial H dan empat lainnya merupakan anggota penyidik.
“Mereka satu tim yang ditangkap,” beber sumber Harian Rakyat Sulsel.
Spekulasi kasus penangkapan itu pun merebak. Sumber Harian Rakyat Sulsel menyatakan, kelima penyidik itu diduga terlibat dalam rekayasa kasus dan pungutan liar para praktik penambangan pasir ilegal di sepanjang aliran Sungai Saddang, Kecamatan Duampanua.
“Kasus itu yang sekarang tengah marak ditangani polisi. Sudah banyak laporan yang diteruskan ke Polda,” ujar sumber Rakyat Sulsel.
Kepala Kepolisian Resor Pinrang, ajun Komisaris Besar Mohammad Roni Mustofa tak menampik adanya OTT lima orang anggotanya.
“Memang betul diperiksa tapi saya tidak bisa mendahului Polda Sulsel). Itu masih berproses,” kata Roni.
Roni membenarkan jumlah anak buahnya yang diamankan lima orang. Tapi, dia menolak membeberkan dugaan kasus yang menjerat kelimanya.
“Nanti kami jelaskan setelah proses pemeriksaan sudah selesai,” ujar dia.
Perilaku polisi yang diduga kerap merekayasa kasus dan melakukan pungutan liar menjadi sorotan Lembaga Bantuan Hukum Makassar. Direktur LBH Makassar, Muhammad Haedir mengatakan ini adalah kelemahan dalam hukum acara yang memberikan proses penyelidikan dan penyidikan pada kepolisian.
Harusnya, kata dia, didorong untuk perubahan KUHP itu penting karena bukan hanya saat ini banyak sekali perkara yang berdampak pada penyiksaan karena kepolisian memiliki peran yang sangat besar.
“Banyak kasus kasus di LBH yang orang dipaksa mengaku bahkan ada yang sampai meninggal dunia,” kata dia.
Harusnya, untuk hak asasi manusia ada pihak eksternal yang mengawasi kepolisan khusunya kerja-kerja penyelidikan dan penyidikan. Mereka diberikan kewenangan untuk menilai apakah kasus itu layak ditingkatkan atau dilanjutkan atau tidak.
Kasus ini yang sifatnya tertutup juga ditanggapi Haedir. Menurut dia, kasus ini harus dibuka ke publik untuk jadi landasan Kepolisian memperbaiki citranya di mata masyarakat.
“Harusnya disampaikan pada publik. Kasus ini bukan satu-satunya. Ini sama dengan fenomena gunung es yang kelihatan sedikit tapi sebetulnya banyak sekali,” imbuh dia. (cr3)