MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Imbas penetapan biaya perpanjangan Perjanjian Penggunaam Tanah Industri (PPTI) sebesar 30 persen dari Nilai Jual Obyek Pajak oleh PT KIMA (persero) secara sepihak memakan korban. Investor kabur dan ratusan pekerja kena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dikutip dari Laporan Manajemen Audited Tahun 2019 PT KIMA, diketahui akibat penetapan biaya PPTI secara signifikan ini, salah satu perusahaan yakni PT Indolezat memilih meninggalkan Sulsel.
PT Indolezat berdasarkan laporan tersebut memilih mengembalikan lahan seluas 3,4 hektare ke PT KIMA, daripada harus membayar biaya perpanjangan PPTI yang nilainya mencapai Rp16 miliar. Akibatnya, ratusan pekerja dari PT Indolezat harus dirumahkan atau kena PHK.
“Kalau pengenaan biaya perpanjangan PPTI tetap dipaksakan ke investor di KIMA, maka bukan hanya PT Indolezat, tapi puluhan perusahaan bakal tutup bahkan hengkang dari Sulsel,” kata juru bicara Paguyuban Pengusaha KIMA Makassar, M Tahir Arifin, Minggu (10/4/2022).
Diketahui, PT Indolezat dikenakan biaya perpanjangan PPTI sebesar Rp16 miliar dari luas lahan seluas 3,4 hektare. Padahal nilai dari tanah yang kemudian dikembalikan ke KIMA tersebut mencapai Rp56,4 miliar.
Tahir Arifin menyebutkan, keresahan dari perusahaan di kawasan industri terbesar di Indonesia Timur tersebut bukan tanpa alasan. Usaha yang telah berjalan saat ini sudah dalam tekanan akibat terjadinya pandemi, kemudian ditekan dan diintimidasi untuk pembayaran PPTI dengan penetapan sepihak, apalagi untuk tanah yang sudah dibeli oleh investor tersebut.
“Hengkangnya PT Indolezat dari KIMA bisa menjadi pembelajaran. Investor kabur karena paksaan membayar PPTI yang sangat tinggi. Imbasnya adalah PHK pekerja,” jelas Tahir Arifin.
Dia mengulang, kalau di KIMA terdapat sekitar 20 ribu tenaga kerja yang bergantung pada kelangsungan aktivitas sekitar 200 perusahaan. Efek sosial kalau terjadi PHK karena perusahaan tutup atau hengkang dari Sulsel menurut Tahir Arifin jauh lebih besar.
“Ini harus menjadi perhatian pemerintah. 20 ribu pekerja terancam kena PHK. Efek sosialnya sangat besar. Pengusaha di KIMA ini butuh perlindungan dalam berusaha dan perlindungan hukum atas lahan yang sudah mereka beli,” tuturnya.
Sebelumnya, sejumlah investor di PT KIMA menyampaikan protes atas penetapan biaya perpanjangan Perjanjian Penggunaan Tanah Industri (PPTI) karena dinilai sangat memberatkan dan kebijakan kenaikannya dinilai dilakukan secara sepihak.
Salah satu Investor pertama di PT KIMA, Owner PT Piramid Mega Sakti, Adnan Widjaja, menilai, peraturan biaya perpanjangan PPTI sebesar 30 persen dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tidak ada dalam perjanjian di awal. Bahkan, pihaknya terpaksa memangkas jumlah pekerja. Dari 300 orang, sekarang sisa 100 orang karena kendala berusaha di KIMA.
Ia juga menyampaikan mendapat tindakan intimidasi, dimana pihak PT KIMA memasang beton penghalang di depan pabriknya. Padahal, pihaknya sudah melakukan pembayaran sekitar Rp1 miliar lebih untuk perpanjangan PPTI.
“Di awal saat masuk ke kawasan itu, kami dijanji dengan segala kemudahan, tapi sekarang malah dipersulit,” beber Adnan Widjaja.
Sementara itu Ketua Paguyuban Pengusaha KIMA Makassar, Jemmy Gautama, menyebutkan pihaknya sudah mengirim surat ke sejumlah pihak terkait meminta perlindungan hukum, kepastian dan kenyamana berusaha dari semua stakeholder terkait, termasuk bersurat ke Presiden Joko Widodo. (*)