"Akhirnya saya melamar kerja. Tapi bedanya, kalau saya sebelum melamar, malamnya saya tahajud. Ya Allah, saya mau melamar kerja," ceritanya.
Singkat cerita, Budi diterima di sebuah perusahaan otomotif. Dia ditempatkan di tempat pembuatan velg truk. Namun sayangnya, Budi merasa tidak 'tertantang' di bagian tersebut.
"Terus sampai sekitar tahun '95 saya mikir, kalau kerja kaya gini ilmunya di mana?" ceritanya.
Suatu hari, Budi melihat proses renovasi pabrik. Dia bertemu dengan kontraktor yang mengerjakan renovasi tersebut. Saat menanyakan syarat jadi kontraktor, Budi diminta belajar menggambar/drafting.
"Malamnya saya berdoa sama Allah, Ya Allah, saya mau kerja seperti itu. Saya mau jadi kontraktor," ungkapnya.
Akhirnya, setelah tiga bulan sejak peristiwa tersebut, Budi melihat ada sekolah untuk gambar jurusan arsitek, listrik dan packing mechanical. Akhirnya, Budi mendaftar.
Namun karena biayanya cukup mahal, niat itu tertunda. Duit untuk bayar sekolah baru didapat setelah Budi di-PHK karena diajak ikut demo buruh.
Karier Budi di perusahaan tersebut terus berkembang, mulai dari tukang gambar sampai akhirnya jadi project manager. Akhirnya, di usia 32 tahun, Budi bertekad memulai usaha sendiri, dengan membuka las keliling.
"Punya dua karyawan. Saya punya las keliling, dari mulai pasang kanopi," terangnya.
Sejak itu, usaha las keliling Budi berkembang, sampai akhirnya memiliki workshop seluas 20 ribu meter persegi. Perusahaannya dikenal dengan nama PT Artha Mas Graha Andalan.