JAKARTA, RAKYATSULSEL - Konflik antara Rusia dan Ukraina yang terjadi saat ini telah menyebabkan kondisi geopolitik dunia mengalami ketegangan dan dapat menyebabkan disrupsi perekonomian global. Konflik yang berkelanjutan juga akan dapat memicu krisis global di sektor keuangan, pangan, maupun energi.
Di tengah kondisi dunia yang sedang tidak kondusif tersebut, Indonesia memiliki kesempatan mendemonstrasikan kepemimpinan dalam arena global untuk merespon berbagai tantangan internasional melalui Presidensi G20 Indonesia.
Indonesia juga sudah ditunjuk oleh PBB sebagai co-chair of the Global Crisis Response Group, untuk membantu mengatasi kondisi saat ini.
Dengan mengangkat tema “Recover Together Recover Stronger”, Presidensi G20 Indonesia memainkan peranan penting dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi yang lebih kuat, tahan uji, dan siap menghadapi krisis atau tantangan di masa depan.
“G20 harus mampu menjembatani kepentingan negara berkembang dan negara maju. Tentu saja, kepentingan nasional adalah yang utama bagi Pemerintah Indonesia, yakni pemulihan ekonomi yang inklusif, berdaya tahan, dan berkelanjutan,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Tempo-BNI The Bilateral Forum 2022, Kamis (12/05).
Menghadapi berbagai tantangan tersebut, Pemerintah Indonesia sudah berada dalam jalur yang tepat. Penanganan Covid-19 yang lebih baik telah membangkitkan aktivitas ekonomi domestik. Indonesia juga telah mengimplementasikan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang berfokus kepada insentif bisnis dan dukungan terhadap UMKM.
"Dengan menjamin inklusivitas, kita akan dapat membangun masyarakat yang berdaya tahan lebih kuat setelah pandemi,” tutur Menko Airlangga.
Sebagai hasilnya, ekonomi Indonesia mampu tumbuh di kisaran 5,01% pada Kuartal I – 2022, lebih baik daripada Tiongkok (4,8%), Jerman (4,0%), Korea Selatan, (3,1%), dan Singapura (3,4%).