Inspirasi pertama, Syeikh Yusuf bukanlah warga kulit hitam Afrika Selatan, tetapi mengapa ia rela berjuang bersama orang yang tidak dikenal, bersama kami warga kulit hitam, orang yang berbeda latar belakang suku, budaya dan bangsa.
Jika kami berjuang melawan apartheid amatlah wajar karena kami dibantu oleh kerabat, keluarga dan demi keselamatan bangsa kami sendiri.
Karenanya, semangat ini perlu tumbuh di kalangan pengusaha Bugis-Makassar agar dalam mengembangkan usahanya tidak hanya berkelompok dalam rumpun sesama warga Bugis-Makassar atau di lingkup nasional, tetapi dapat bermitra dengan berbagai pihak dari dalam dan luar negeri yang memberi nilai tambah pada pengembangan usaha itu.
Kedua, Yusuf bukanlah warga kelahiran Afrika Selatan karena ia berasal dari daerah Bugis-Makassar, Indonesia, tetapi mengapa ia rela berjuang di negeri kami, Kata Dullah Omar. Sementara kami berjuang di tanah air kami sendiri.
Semangat ini telihat amat sesuai dengan semangat PBSM agar mengembangkan usahanya yang tidak hanya di lingkup daerah atau nasional, tetapi juga di lingkup kawasan atau di tingkat internasional.
Inspirasi berikutnya, dikemukakan oleh Omar, jika Mandela, saya dan para perjuang anti-apartheid telah dipenjara puluhan tahun, tapi itu tidak berarti jika dibandingkan dengan pengorbanan Yusuf karena ia meninggal dalam perjuangannya.
Kegigihan perjuangan Syeikh Yusuf yang tidak pernah mengenal kata menyerah ini patut diteladani. Ketika ditangkap oleh Belanda di Banten sebelum diasingkan ke Cylon, ia diberi kesempatan untuk meminta maaf dan menghentikan perlawanannya terhadap pemerintah kolonial Belanda, namun ia tetap menolak.
Ia juga tidak dikurung di penjara Batavia karena diduga masih dapat melarikan diri.Inspirasi terakhir, perjuangan Yusuf tidak pernah dinikmati hasilnya karena ia telah meninggal. Berbeda dengan kami, kata Dullah, saya sendiri sudah menjadi Menteri, Mandela sudah menjadi Presiden dan juga telah menerima Hadiah Nobel Perdamaian (1993), dst.