"Tersangka ditangkap tapi kemudian tewas. Banyak luka lebam di tubuh Arfandi. Mulai dari betis, paha, kemudian tangan, bahkan ada jari yang patah. Meninggalnya sangat mengenaskan," sebut Arni.
Menurut dia, penyebutan almarhum Arfandi sebagai bandar narkoba oleh Kasat Narkoba Polrestabes Makassar Kompol Doli M Tanjung yang belakangan diklarifikasi oleh Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Budhi Haryanto bahwa almarhum hanyalah pengguna, turut dipertanyakan.
Dia menilai, penanganan kasus yang diduga menjerat almarhum Arfandi dianggap terlalu terburu-buru.
"Korban ini tiba-tiba ditangkap dan tiba-tiba meninggal, lalu dituding pengedar narkoba bahkan dicap sbagai bandar. Ini yang kami sayangkan," kata dia.
Dalam waktu dekat, autopsi terhadap almarhum Arfandi akan digelar. Namun terkait waktunya, Arni mengatakan masih menunggu rekomendasi dari pihak kepolisian. Pihaknya telah mengajukan rekomendasi autopsi ke pihak Ditreskrimum Polda Sulsel.
Permintaan autopsi itu juga merupakan permintaan keluarga almarhum Arfandi. Meski sebelumnya menolak sebab saat itu dianggap masih dalam kondisi syok melihat kematian Arfandi yang mengenaskan.
"Kami menunggu rekomendasi dari Polda untuk dilakukan proses autopsi. Adapun keputusan keluarga korban untuk menolak autopsi sebelumnya karena pada saat itu mereka lagi syok dan tidak bisa menerima kabar kematian anaknya. Apalagi meninggal dengan tidak wajar," ujar dia.
Tim kuasa hukum belum berencana membawa kasus itu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Menurut Arni, bila dalam proses penanganan perkaranya dianggap ada yang tidak transparan maka pihaknya akan mengambil upaya hukum lain termasuk melapor ke lembaga tersebut.