MAKASSAR, RAKYATSULSEL CO - Durasi masa kampanye selama 75 hari berpotensi membuat kampanye di luar jadwal. Durasi ini lebih pendek dari usulan KPU, yakni selama 90 hari.
Potensi terjadinya kampanye di luar jadwal oleh kandidat memungkinkan terjadi. Situasi kompetisi pun dikhawatirkan tidak sehat.
Bagaimana persiapan serta antisipasi dari KPU Sulsel. Apa saja persiapan jelang pemilu 2024?
Komisioner KPU Makassaer, Endang Sari mengatakan, kampanye harus diatur oleh penyelenggara secara efektif sampai sedetail mungkin.
Karena masa kampanye adalah tahapan pemilu yang paling penting. Masa di mana para calon mengenal diri dan visi misinya pada pemilih.
"Dan masa di mana para pemilih mengenali dan memahami gagasan serta kompetensi dari para calon untuk kemudian menentukan yang mana yang akan mereka pilih," katanya, Jumat (20/5/2022)
Lanjut akademisi Unhas itu. Zona kampanye harus dibagi, jadwal kampanye harus diatur dengan sangat detail dan perlakuan yang sama bagi semua calon wajib dilakukan oleh penyelenggara.
Pihaknya di KPU Makassar punya pengalaman mengelola PIlkada Makassar kemarin, kami bahkan menyiapkan kanal konsultasi kepada LO Pasangan Calon untuk pemahaman regulasi dan sosialisasi terkait kampanye.
"Dan Alhamdulillah itu berhasil meminimalisir pelanggaran kampanye," jelansya.
Pengamat pemilu, Nurmal Idrus menilai agak sulit bagi KPU mengatur kampanye jika belum masuk tahapan kampanye.
"Domain KPU dan Bawaslu hanya ketika tahapan kampanye ditentukan," jelas manam Ketua KPU Makassar itu.
Maka, sebenarnya Pemerintah bisa memasuki wilayah kosong itu dengan menerapkan regulasi sendiri. Sehingga butuh aturan yang tegas.
"Terutama dalam aturan pemasangan tanda gambar di beberapa wilayah," pungkasnya.
Sedangkan, Tasrifin Tahara (Antropolog Universitas Hasanuddin) memyebutkan, kurun waktu 75 hari untuk untuk kampanye sebenarnya sudah cukup terlebih selama ini sebelum masa kampanye biasanya star duluan kampenye telah dimulai di mana-mana.
"Terlebih bagi kontestan yang memiliki peran ganda atau simbol-simbol lain," katanya.
Menurutnya, agak mudah kampanye dengan idiom sedang sosialisasi program lain yang secara formal bukan kampanye.
Oleh sebab itu, dia menyarankan KPU dan Bawaslu mesti lebih tegas mendefinisikan ulang segala instrumen tentang makna operasional kampanye.
"Hal-hal yang dipertegas simbol atau gambar apa yang di maknai sebagai kampanye," tuturnya.
Dia menilai, ruang atau arena mana yang boleh dan tidak boleh ada. Kemudian terkaitan dengan pelaksanaan kampanye.
Mengingat banyaknya kontestan dan peluang untuk pelanggaran itu besar maka ini menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara pemilu
"Dan yang terpenting adalah komunikasi yang efektif dengan peserta perihal aturan boleh dan tidak boleh melakukan kampanye pada waktu dan tempat tertentu," pungkasnya. (*)