JAKARTA, RAKYATSULSEL – Data World Resources Institute menunjukkan bahwa Indonesia menyumbang 2,03% emisi gas yang mengotori udara dunia (10 tertinggi di dunia). Di seluruh dunia diakui jika transportasi memiliki kontribusi yang cukup besar dalam emisi gas rumah kaca. Bahkan kontribusinya bisa mencapai 15 persen secara global.
Menurut I Gusti Ayu Andani dari Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung (ITB), tak hanya soal kontribusi emisi gas Indonesia yang masuk peringkat 10 tertinggi dunia, tapi yang harus dikhawatirkan adalah level rata-rata emisi gas rumah kaca di Indonesia yang terus meningkat.
"Peningkatan level emisi di Indonesia tiap tahun lebih tinggi daripada rate global. Ini artinya tak ada penurunan secara signifikan," ujar Ayu saat memberikan pemaparan di webinar yang diadakan Forum Wartawan Teknologi (Forwat), Rabu, 25 Mei 2022.
Hal yang sama juga dipaparkan Fabby Tumiwa, Executive Director Institute for Essential Services Reform. Menurutnya, Emisi dari sektor transportasi menyumbang 27% dari total emisi atau sekitar 160 juta ton di Indonesia pada tahun 2020. Total emisi pada tahun 2020 sebesar 590 juta ton dan diperkirakan akan terus naik jika tidak dilakukan intervensi.
"Penyumbang emisi terbesar pada tahun 2020 berasal dari sektor ketenagalistrikan sebesar 35% yang diikuti dengan sektor transportasi yaitu 27%. Agar mencapai Net Zero Emission (NZE) di tahun 2050 di seluruh dunia, diperlukan dekarbonisasi pada kedua sektor tersebut, khusus sektor transportasi, salah satunya adalah dengan peralihan kendaraan listrik," ujar Fabby.
Fabby menyebut, kendaraan listrik harus menguasai 40% total penjualan kendaraan pada tahun 2030 secara global untuk mencapai net zero emission pada tahun 2050. Peralihan dari kendaraan konvensional ke kendaraan listrik bukan perkara mudah. Di Indonesia, misalnya, hanya 3.500 unit kendaraan listrik roda dua dan 1.800 unit kendaraan listrik roda empat yang terjual pada tahun 2021. Salah satu tantangan terbesarnya adalah membangun ekosistem pendukungnya, terutama stasiun pengisian ulang baterai dan juga penggantian baterai (swap).
Ayu menambahkan, upaya berkelanjutan untuk mencapai NZE dari sektor transportasi tak melulu harus menggunakan teknologi pintar yang terlalu rumit. Beberapa ciri sistem transportasi pintar yang bisa diimplementasikan adalah shared mobility, elektrik mobility dan integrated mobility.
"Shared mobility adalah ride sharing seperti yang sudah diterapkan perusahaan seperti Gojek. Juga mobilitas yang terintegrasi dimana semua angkutan sudah terkoneksi dan terintegrasi satu sama lain. Sedangkan elektrik mobility adalah menggunakan kendaraan yang lebih ramah lingkungan seperti kendaraan listrik," papar Ayu.