OPINI: IKN dan Tantangan E-Governance

  • Bagikan
Iin Fitriani, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Makassar

Sekira 50 persen wilayah Jakarta memiliki tingkat keamanan banjir di bawah 10 tahunan (ideal kota besar minimum 50 tahunan). Wilayah Jakarta terancam oleh aktivitas Gunung Api (Krakatau, Gunung Gede) dan potensi gempa bumi-tsunami, Megathrust Selatan, Jawa Barat dan Selat Sunda dan gempa darat Sesar Baribis, Sesar Lembang, dan Sesar Cimandiri.

Selain itu, tanah turun mencapai 35-50 cm selama kurun waktu tahun 2007-2017. Tantangan E-Government Pemindahan IKN akan berefek domino dan memiliki dampak multikompleks. Termasuk dalam tata kelola layanan publik, pengelolaan keuangan Negara/daerah.

Terdapat dua pertanyaan besar terkait pemindahan IKN, apakah (hanya akan) mempertahankan birokrasi status quo dengan beragam masalahnya, salah satunya korupsi, atau akan membawa perbaikan pada tata kelola layanan publik dan perubahan dalam transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara?.

Jika pemindahan IKN hanya mempertahankan status quo pada pengelolaan keuangan Negara yang nir transparansi dan akuntabilitas, maka akan mubazir. Tapi jika semangatnya adalah membawa perubahan kearah lenih baik, maka pada aspek inilah paradigma tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui e-government mendapatkan momentnya.

E-government atau “electronic government” adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya (Eko Indrajit: 2006).

Pentingnya e-government salah satunya didasari atas kebutuhan pemerintahan yang transparan dan tuntutan akan perubahan jaman yang semakin maju. Tujuannya tidak lain adalah untuk meningkatkan pelayanan publik melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

Termasuk dalam mendorong terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good government) dan pemerintahan yang bersih (clean governance). Indonesia saat ini masih berkutat dengan problem korupsi akut. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia dalam 3 tahun terakhir yang dirilis Transparency International Indonesia (TII) masih rendah dan mengkhawatirkan.

Pada 2019, IPK Indonesia pada angka 40, rangking 85 dari 180 negara. Tahun 2020 turun pada angka 37, rangking 102 dari 180 negara. Pada 2021, IPK Indonesia pada angka 38, rangking 96 dari 180 negara yang disurvey (TII: 2021).

Turunnya skor CPI Indonesia tahun 2020 ini membuktikan bahwa sejumlah kebijakan yang bertumpu pada kacamata ekonomi dan investasi tanpa mengindahkan faktor integritas hanya akan memicu terjadinya korupsi.

Penurunan terbesar yang dikontribusikan oleh Global Insight dan PRS dipicu oleh relasi korupsi yang masih lazim dilakukan oleh pebisnis kepada pemberi layanan publik untuk mempermudah proses berusaha (TII: 2020). Data penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam 3 tahun terakhir juga menunjukan penyelenggara Negara sebagai pelaku tipikor terbanyak, diikuti swasta.

  • Bagikan