Sehingga, kata dia, perpanjangan masa jabatan juga bisa saja ditolak oleh masyarakat dan berbagai pihak, begitu juga dengan pemotongan masa jabatan kepala daerah.
"Saya menolak jika adanya regulasi pemotongan masa jabata saya. Begini, itukan (aturan) belum diuji hukum, sedangkan ditambah masa jabatan saja setengah mati, harus ada protesnya, apalagi mau dipotong (masa jabatan," ucapnya.
"Ini bertentangan dengan UUD, karena memangkas hasil pilihan rakat. Disisi lain, tambah masa jabatan saja setengah mati (tidak bisa), apalagi mengurangi," jelas Danny.
Sementara itu, Komisioner Komisi Pemilihan Ummum (KPU) Provinsi Sulsel, Syarifuddin Jurdi menyatakan, meskipun belum ada regulasi soal masa jabatan pilkada 2020. Akan tetapi, secara hukum jika pilkada dilaksakan serentak 2024 maka, semua daerah wajib menggelar pilkada, tanpa terkecuali.
"Jadi, di aturan UU mengatakan pilkada serentak dan Pemilihhan Legislatif (Pileg) atau Pemilihan Umum (Pemilu) dilakukan bersamaan di tahun 2024. Maka pasti semua daerah berpilkada. Baik hasil pilkada tahun sebelumnya atau pilkada 2020," tuturnya.
Diketahui, sebelumnya secara nasional tiga Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yakni Suhartoyo, Manahan Sitompul dan Arief Hidayat menilai kepala daerah terpilih hasil pemilihan 2020 menjadi pihak yang paling dirugikan atas berlakunya pilkada 2024.
Masa jabatan mereka yang terpilih pada 2020, menurut Hakim MK berkurang dari seharusnya lima tahun, menjadi hanya 4 tahun. Demikian disampaikan para hakim ketika memberikan masukan perihal kedudukan hukum para pemohon atas pengujian materil Undang-Undang No. 10/2016 tentang Pilkada.