BULUKUMBA, RAKYATSULSEL - Lokasi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 22 Bontobiraeng, kecamatan Kajang, kini sudah tak bisa lagi digunakan untuk kegiatan belajar mengajar.
Hal tersebut lantaran aktifitas belajar mengajar di sekolah tersebut dihentikan karena lahan sekolah SMP 22 Bontobiraeng ditutup oleh penggugat yang dinyatakan menang di Mahkamah Agung.
Anggota DPRD Bulukumba pun mengingatkan Pemerintah Daerah (Pemda) Bulukumba terkait siswa dan siswi yang mengenyam pendidikan di SMP Negeri 22 Bontobiraeng.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) lintas komisi dengan pejabat Pemda, anggota DPRD Bulukumba, Alkhaisar Jainar Ikrar (F-PKB), mengakui SMP Negeri 22 Bontobiraeng yang merupakan aset Pemda telah dinyatakan kalah diranah hukum, harus tetap jadi perhatian.
Siswa dan siswi yang terdampak dari putusan pengadilan harus jadi perhatian. Penyediaan sekolah bagi siswa dan siswi harus tetap diupayakan. Ia mengatakan, jarak sekolah dengan peserta didik jangan terlalu jauh.
Alkhaisar Jainar Ikrar, berharap penyediaan fasilitas pendidikan bagi siswa dan siswi harus dipikirkan.
Sementara itu, Sekertaris Daerah (Sekda) Bulukumba, Ali Saleng, memastikan lokasi SMP Negeri 22 Bontobiraeng dimenangkan penggugat ditingkat Mahkamah Agung.
Ia mengatakan, penggugat meminta ganti rugi Rp3,8 Miliar. Namun permintaan tersebut tidak bisa dipenuhi oleh Pemkab Bulukumba. Apalagi, angka Rp3,8 Miliar tidak ada dalam putusan Mahkamah Agung.
"Mengenai besaran ganti rugi, semestinya harus ditetapkan oleh lembaga independen, bukan ditentukan oleh penggugat," ujar Ali Saleng.
Menurutnya, nilai ganti rugi Rp3,8 Miliar yang diminta penggugat terlalu mahal. Sehingga PemkabBulukumba menyerahkan sepenuhnya kepada penggugat mau diapakan itu lokasi sekolah, karena sesuai dengan putusan MA, itu
sudah menjadi hak milik penggugat. (Sal)