JAKARTA, RAKYATSULSEL - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meresmikan Rumah Kebangsaan Cipayung di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Senin (27/6/2022). Peresmian itu Rumah Kebangsaan itu dilakukan bersama kelompok organisasi mahasiswa Cipayung Plus.
Untuk diketahui, Kelompok Cipayung Plus terdiri dari organisasi kemasyarakatan dan pemuda (OKP) yakni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Belakangan, kegiatan yang diresmikan langsung oleh polisi nomor satu di Tanah Air itu, ternyata menimbulkan polemik. Kegiatan itu dianggap mempolarisasi organisasi kemasyarakatan dan pemuda yang ada di Republik Indonesia.
"Kegiatan itu berpotensi bahwa Polri bisa menimbulkan polarisasi OKP-OKP yang ada. Apalagi ada momentum Pilpres 2024 mendatang," kata mantan Ketua DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Andi Yuslim Patawari, Rabu (29/6/2022)
Dia melanjutkan, bahwa dengan seperti itu maka muncul pertanyaan apakah organisasi kemasyarakatan atau masyarakat pada umumnya yang tidak tergabung dalam Cipayung Plus tidak memiliki jiwa kebangsaan.
"Ini bentuk dikotomi dalam menjaga persatuan dan kesatuan Republik Indonesia," ucap akademisi yang merupakan mantan Dewan Pakar ICW Pusat ini.
Padahal, lanjutnya, berdasarkan data yang ada, terdapat 153 OKP yang terdaftar dan terverifikasi resmi di Kemenpora Kemendagri dan Kemenkumham.
153 OKP itu sendiri terdiri berbagai klaster dan mempunyai rentang kendali di berbagai partai politik dan Organisasi keagamaan maupun afiliasi organisasi kebangsaan serta profesi yang mempunyai struktur sampai ke daerah.
Belum lagi organisasi-organisasi daerah yang eksis dan mengakar di beberapa wilayah yang semuanya berwasawan kebangsaan. Maka seharusnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bisa mengakomodir secara keseluruhan dari organisasi yang ada secara profesional dan proporsional.
"Harapannya jangan sampai polarisasi yang terjadi di 2017 itu terulang lagi menjelang 2024. Polri harusnya tidak melakukan itu," dia memungkasi. (*)