MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel angkat suara terkait polemik uang panai. Dimana uang panai dinilai telah mengalami pergeseran budaya, atas dasar itulah kemudian mengeluarkan fatwa akan uang panai.
MUI Sulsel menilai, uang panai yang awalnya dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada keluarga mempelai wanita, saat ini telah menjadi ajang prestise alias status sosial dan ajang pamer.
Tak hanya itu, uang panai juga kerab menimbulkan terjadinya kasus kejahatan dan perzinaan, kawin lari bagi muda-mudi serta banyaknya pria dan wanita lajang yang tidak menikah disebabkan ketidaksanggupan untuk menikah akibat tingginya uang panai tersebut.
Mengenai hal tersebut, MUI Sulsel mengeluarkan Fatwa Nomor 2 Tahun 2022 tentang uang panai, serta memutuskan dan menetapkan ketentuan hukum uang panai.
Sekertaris MUI Sulsel, KH Muammar Bakry mengatakan, ketentuan hukum uang panai adalah adat yang hukumnya mubah selama tidak menyalahi prinsip syariah. Kalau tidak sesuai dengan prinsip syariah maka bisa saja uang panai hukumnya bisa menjadi makruh.
"Bahkan bisa menjadi haram kalau tidak sesuai dengan prinsip syariah," kata Muammar Bakry, Minggu (3/7).
Kata dia, prinsip syariah ini yang pertama mempermudah pernikahan. Kedua tidak memberatkan laki-laki, serta memuliakan wanita. Ia pun menekankan agar wanita tak dijadikan objek komoditi atau jual beli.
Prinsip syariah ketiga pun dijelaskan yakni jujur dan tidak dilakukan secara manipulatif.
"Jadi lebih bagus diselesaikan secara kekeluargaan dari pada menyebutkan angka (uang panai) yang fantastis tapi ternyata tidak seperti itu," ujarnya.
Kemudian keempat, masalah jumlahnya disebut baliknya dikondisikan secara wajar dan sesuai dengan kesepakatan oleh kedua belah pihak. Terakhir, sebagai bentuk komitmen dan tanggung jawab serta kesungguhan calon suami serta sebagai bentuk tolong-menolong (ta'awun) dalam rangka menyambung silaturahim.