MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Polda Sulawesi Selatan sudah menahan dua tersangka mafia tanah kasus eks kebun binatang Makassar, sejak bulan Juni lalu.
Mereka adalah Ernawati Yohanis dan Ahimsa Said. Sesuai keterangan pihak Kepolisian, berawal saat Ernawati Yohanis mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar pada 10 September 2021 lalu.
Lantas apa informasi terbaru. Melalui kuasa hukum tersangka pemalsuan Sertifikat eks kebun binatang memohon perlindungan hukum di Kejati Sulsel.
Muh. Rusydi, S.H selaku kuasa hukum Ernawati mengatakan, pihaknya mengajukan permohonan perlindungan hukum ke Kejati, tujuanya meminta pihak hukum menelaah sungguh-sungguh lagi kasus terpidana klienya.
"Karena berkas ini perlu ditelaah. Penahanan bu Erna belum P21. Makanya permohonan penahanan kami layangkan. Harus ditelaah dengan baik dan sungguh," singkatnya, Sabtu (16/7/2022).
Sedangkan, melalui keterang resmi tertulis yang ditandatangani penasihat hukum (PH) tersangka pemalsuan Sertifikat eks kebun Binatang. Yakni, Muh. Rusli Boyong SH, Muh. Rusydi SH, Aefan Ridwan SH menyampaikan menyurati Jejati untuk perlindungan hukum klienya.
"Berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 29 Juni 2022, bertindak untuk dan atas nama serta untuk kepentingan hukum pemberi kuasa," demikian bunyi surat kuasa itu.
Disebutkan, sehubungan dengan penetapan tersangka terhadap klien Ernawati Yohanis dan Ahimsa Said sampai saat baik tersangka sendiri, penasihat hukum maupun publik masih bingung dengan pasal yang disangkakan yakni Pasal 263 terkait dengan Pemalsuan Sertifikat atau Penggunaan Sertifikat Palsu.
Sebagai Penasihat Hukum pihaknya, berkewajiban menyampaikan langsung beberapa hal yang menurut mereka penting Kajati Sulsel ketahui dengan harapan bisa menjadi masukan dalam menelaah berkas penyidikan penyidik dalam BAP.
"Berawal ketika Ahimsa Said, ahli waris M. Said meminta tolong pada Ernawati Yohanis untuk mengurus tanah miliknya yang terletak di jin. Urip Sumoharjo Makassar atau yang lebih dikenal sebagai eks lahan Kebun Binatang seluas 5,9 hektar dengan No. Sertifikat 2412 atas nama M. Said," tutur dalam keterangan tertulis itu.
Dalam ketwrangan resmi itu disebutlan penasihat hukum. Klonologis ketika itu Ahimsa Said sangat berharap bantuan Ernawati Yohanis karena untuk mengurus tanah orang tuanya karena berbagai keterbatasan baik secara fisik karena usia serta sering sakit-sakitan, pengetahuan mengenai seluk beluk urusan pertanahan yang minim maupun keterbatasan finansial. Atas pertimbangan kemanusiaan Ernawati Yohanis memutuskan membantu ahli waris M. Said tersebut.
Berbekal surat kuasa mengurus dari Ahimsa Said, ahli waris M. Said, Ernawati Yohanis mengajukan permohonan pengecekan Sertifikat 2412 untuk mengetahui status atau otentisitas sertifikat tersebut ke BPN baik dilakukan sendiri maupun melalui jasa notaris.
Semua upaya yang dilakukan Ernawati Yohanis tidak pernah memperoleh respon positif atau jawaban resmi dari BPN. Bahkan Menurut Ernawati Yohanis dirinya menerima jawaban menyakitkan seperti.
"Dari mana ibu Erna dapat sertifikat itu, kata pegawai BPN. Atau, ibu Erna gunting-gunting saja sertifikat itu tidak ada gunanya, kata Kepala Kantor BPN yang menjabat saat itu," kata penasihat hukum.
Sebagai gambaran penting pula di sampaikan riwayat Sertifikat 2412 atas nama M. Said sebagai berikut: Sertifikat No. 2412 atas nama M. Said dengan luas 5,9 hektar yang terbit Tahun 1984 berlokasi di eks lahan Kebun Binatang berasal dari tanah negara eks eigendom verponding yang diterbitkan oleh Direktorat Agraria di bawah Kementerian Dalam Negeru karena BPN baru berdiri berdasarkan SK Presiden No. 26/1988.
Berdasarkan penjelasan UUPA Tahun 1960 Pasal 19: “Bahwa untuk memberi kepastian hukum kepada masyarakat dalam kepemilikan tanahnya dibuka pendaftaran di seluruh Indonesia". Sebagai warga negara yang baik M. Said telah menunjukkan kepatuhannya terhadap undang-undang dengan cara mendaftarkan tanah tersebut dengan No. Pendaftaran 21559.
"Jadi proses penerbitan Sertifikat 2412 sesuai dengan peraturan perundang-undangan bahkan M. Said termasuk warga negara yang baik dan taat hukum karena mendaftarkan tanahnya sesuai perintah undang-undang yakni UUPA Agraria Tahun 1960 yang hingga saat ini masih berlaku," lanjutan ketwrangam penasihat hukum diketuai Rusli Boyong SH.
Bahwa yang mengherankan bagi kami dan juga publik adalah bagaimana bisa Ernawati Yohanis ditersangkakan melakukan tindak pidana pemalsuan atau menggunakan sertifikat palsu padahal Ernawati Yohanis tidak terlibat dalam penerbitan Sertifikat 2412 di Tahun 1984 dimana Ernawati Yohanis saat itu masih berumur sekitar 12 atau 13 tahun.
Halnya dengan tuduhan menggunakan sertifikat palsu padahal hingga saat ini Sertifikat 2412 tidak pernah dinyatakan palsu oleh putusan pengadilan. Sertifikat Hak Milik sebagai bukti kepemulikan tanah menurut hukum Indonesia berada di hierarki tertinggi sehingga selama tidak terbukti sebaliknya sertifikat harus dipandang sebagai asli atau otentik.
Sebaliknya justru yang wajib dipertanyakan adalah proses penerbitan tiga (3) Sertifikat Hak Guna Bangunan atas nama PT Phinisi Inti Property yang diterbitkan BPN pada Tahun 2013 dan 2014 di atas Sertifikat SHM Tahun 1984 milik Klien mereka.
"Atas alasan ini kami selaku Penasihat Hukum memohon kepada Bapak Kajati Sulsel berkenan v menelaah dengan sungguh-sungguh seluruh berkas perkara yang dikirim penyidik Polda Sulsel terkait perkara yang disangkakan terhadap klien kami," pungkasnya. (Yad)