Di samping itu, kata dia, gerakan dalam pencegahan perkawinan anak juga telah dilakukan oleh semua stakeholder dan Forkopimda, Kementerian Agama, Pengadilan Agama, organisasi perangkat daerah (OPD), tokoh adat, tokoh agama, camat, kepala desa/lurah, dan lainnya.
Ketua PMI Wajo ini membeberkan berdasarkan data pemohon surat keterangan layak menikah di Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Wajo pada 2020 sebanyak 576 orang.
Angka itu kemudian menjadi 746 orang yang berarti mengalami peningkatan 170 orang pada 2021.
"Tahun 2022 per tanggal 30 Juni 2022 sebanyak 234 orang. Semoga penambahan jumlah rata-rata pemohon per bulan tahun 2022 ini tidak mengalami peningkatan sampai Desember sehingga Insya Allah jumlah perkawinan anak pada 2022 akan mengalami penurunan," ucapnya.
Persoalan perkawinan anak, kata Amran Mahmud, merupakan permasalahan kultural yang tidak bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah.
Diperlukan koordinasi dan kerja besar semua pihak agar optimal dalam melakukan pengawasan serta pentingnya upaya pencegahan (preventif) hingga level terkecil dalam masyarakat.
"Sinergi antar pemangku kepentingan diharapkan dapat mempercepatkan penghapusan praktik perkawinan anak secara lebih terstruktur, holistik, dan integratif di Kabupaten Wajo," urainya.
Upaya Pemkab Wajo dalam pencegahan pernikahan anak pun terus menuai hasil positif. Hal tersebut dapat dilihat dari bertambah banyaknya desa/kelurahan yang berhasil mewujudkan desa/kelurahan zero perkawinan anak.