JAKARTA, RAKYATSULSEL - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis berikan tanggapan perihal Koperasi Syariah 212 yang diduga terima dana organisasi yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Seperti yang dikabarkan, empat pengurus ACT telah ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri atas kasus dugaan tindak penyelewangan dana.
Mengenai hal tersebut, Cholil Nafis pun banyak dipertanyakan soal Koperasi 212. Ia pun meengaskan jika dirinya bukan pejabat Dewan Pengawas Syariah.
Cholil Nafis pun mengukapkan jika dirinya tidak pernah menerima uang dari Koperasi 212. Pernyataan tersebut diketahui melalui akun Twitter pribadinya bernama @Cholilnafis.
"Banyak yang tanya soal saya di koperasi 212, saya tegaskan bahwa saya tdak menjabat Dewan Pengawas Syariah ditempat itu. Saya tidak pernah menerima uang dari koperasi itu," tulis Cholil Nafis pada Rabu (27/7/2022).
"Seingat saya tidak pernah Kiai Ma'ruf Amin rapat dengan saya membahas soal koperasi 212," tambahnya.
Petinggi ACT
Bareskrim Polri tangap empat petinggi yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penyelewengan dana oleh yayasan ACT.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Prolri Kombes Pol. Helfi Assegaf keempat tersangka tersebut yaitu A, IK, HH, dan NIA.
"Inisial tersangka A usia 56 tahun, selaku Ketua Pembina ACT, IK selaku pengurus Yayasan ACT, HH sebagai anggota pembina, dan NIA selaku anggota pembina," katanya, Senin, 25 Juli 2022.
Inisial A merujuk pada Ahyudin, IK merujuk pada Ibnu Khajar, HH merujuk pada Hariyana Hermain, dan NIA adalah Novariadi Imam Akbari. Mereka ditetapkan tersangka terhitung pukul 15.50 WIB.
Dalam perkara ini penyidik mengusut dugaan pelanggaran Pasal 372 juncto 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo. Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo. Pasal 5 UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.
Wadireksus Bareskrim Polri Kombes Pol. Helfi Assegaf mengatakan para tersangka menerima dana dari Boeing untuk dana CSR ahli waris korban kecelakaan pesawat JT-610 yang terjadi 2018 silam.
ACT menerima dana dari Boeing total Rp138 miliar, kemudian digunakan untuk program yang telah dibuat kurang lebih Rp103 miliar, sisanya Rp34 miliar digunakan untuk tidak sesuai peruntukannya.
Pengurus ACT, Ahyudin, Ibnu Khajar, Heriyana Hermain dan Novriandi Imam menggunakan dana sisa dari Boeing untuk keperluan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, yaitu pengadaan armada truk, kurang lebih Rp2 miliar, untuk program big food bus Rp2,8 miliar, kemudian pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya Rp8,7 miliar.
Kemudian untuk Koperasi Syariah 212 kurang lebih Rp10 miliar, untuk dana talangan CV CUN Rp3 miliar, dana talangan PT MBGS Rp7,8 miliar, sehingga totalnya Rp34,6 miliar (pembulatan dari Rp34.573.069.200). (Fin)