MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Lembaga Antikorupsi Sulawesi Selatan (Laksus) mendesak Kejaksaan Tinggi Sulsel segera mengumumkan tersangka kasus dugaan korupsi tambang pasir laut di Kabupaten Takalar. Progres kasus ini dinilai lambat usai naik ke tahap penyidikan, Maret lalu.
"Sejak Maret 2022 kasus sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Tapi sampai saat ini Kejati belum mengumumkan tersangka. Progresnya sangat lambat," kata Direktur Laksus Muhammad Ansar, Senin (1/8/2022).
Menurut Ansar, idealnya interval waktu 5 bulan dari Maret ke Agustus sudah seharusnya ada kemajuan konkret. Artinya, kata dia, tersangka sudah ditetapkan dan disampaikan terbuka ke publik.
"Tapi ini justru kesannya mengendap. 5 bulan setelah naik ke penyidikan harusnya ada kemajuan penanganan kasus," ujarnya.
Ansar mengatakan, Kejati harus menunjukkan keseriusan menangani kasus ini. Sebab dari awal kasus tersebut sudah diatensi publik. Dan publik menuntut penanganan yang terbuka.
"Nah ini tanggung jawab moral Kejati untuk menjawab rasa keadilan publik. Kalau tidak, bisa memunculkam banyak spekulasi. Dan itu akan merusak trust kejaksaan dalam perang melawan korupsi," imbuh Ansar.
Ansar juga mengingatkan bahwa kasus ini berpotensi menyeret banyak pihak. Baik dari klaster birokrasi maupun swasta.
Karenanya, akan banyak conflic of interest yang muncul, yang bisa merecoki penanganan kasus. Ansar meminta agar penyidik tak terpengaruh.
"Di sinilah diuji political will Kejaksaan. Diuji itikad kuatnya untuk menuntaskan kasus ini. Publik menantikan itu," imbuhnya.
Seperti diketahui, setelah melakukan serangkaian pemeriksaan saksi, tim Bagian Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, meningkatkan penanganan perkara dugaan korupsi, penetapan harga jual tambang pasir laut di Kabupaten Takalar tahun 2020, dari tahap penyelidikan ke penyidikan.
Kasus ini naik ke penyidikan akhir Maret lalu.
"Setelah melakukan ekspose perkara, tim penyidik bersepakat meningkatkan penanganan kasus tersebut dari tahap penyelidikan ke penyidikan," kata Kepala Seksi Penyidikan Kejati Sulsel, Andi Faik Wana Hamzah, Kamis (31/03/2022).
Meski ditingkatkan ke penyidikan, namun Andi Faik belum bersedia membeberkan nama nama tersangka dalam kasus yang ditaksir merugikan keuangan negara Rp13 miliar tersebut. Menurut Andi Faik, tim penyidik telah menemukan dua alat bukti awal yang cukup.
Diketahui, kasus ini diusut lantaran adanya dugaan potensi kerugian negara sebesar Rp13,5 miliar dalam penetapan harga jual tambang pasir laut di wilayah Takalar tahun 2020. Diduga, harga tambang pasir laut dijual Rp7.500 per kubik dari harga jual yang ditetapkan dalam peraturan sebesar Rp10.000 per kubik.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, turunnya nilai harga jual tambang pasir didasari oleh adanya penawaran yang dilakukan pihak penambang. Tawaran pihak penambang kemudian direspons dengan rapat bersama sejumlah pejabat Pemkab Takalar.
Tawaran pengurangan harga itu kemudian disetujui dan disepakati melalui berita acara. Belakangan, masalah pun muncul, lantaran penetapan pengurangan harga jual tambang pasir laut tersebut, disinyalir tidak memiliki dasar regulasi yang kuat.
Dan kebijakan itu, dianggap oleh aparat penegak hukum, sebagai langkah yang berpotensi merugikan keuangan negara yang cukup besar. (*)