"Sanksi akan diberikan sesuai aturan. Ada sanksi berat, sedang dan ringan. Nanti akan dilihat sejauh mana pelanggaran yang dilakukan," sebutnya.
Untuk kasus di Takalar, ada oknum petugas lapas yang diduga meminta uang ke keluarga napi. Jumlahnya Rp15 juta. Hal itu dibenarkan oleh salah satu orangtua warga binaan Lapas Kelas II B Takalar inisial R.
Dia mengaku anaknya inisial W telah dimintai sejumlah uang oleh salah satu pejabat di Lapas kelas IIB Takalar untuk pengurusan pembebasan bersyarat dan dijanjikan akan bebas lebih awal setelah mendapatkan remisi 17 Agustus mendatang.
"Bulan Mei lalu anak saya dimintai uang Rp20 juta supaya bisa cepat bebas, tapi saya cuma sanggup Rp15 juta, jadi saya datang langsung ke Lapas Takalar ketemu sama pegawai Lapas Takalar, Emil dan sudah saya serahkan langsung uang Rp15 juta secara cash di ruangan pejabat itu, ada anak dan saudara saya jadi saksi, ada juga kwitansi waktu kuserahkan itu uang," ungkap R.
Namun, pihaknya kecewa dengan pihak Lapas Takalar, lantaran telah mendapatkan telpon dari anaknya inisial W melalui wartel Lapas yang mengabarkan bahwa dirinya akan di kirim ke Lapas Bulukumba karena kedapatan menggunakan handphone oleh petugas Lapas Takalar.
Namun kata Suprapto, kwitansi itu tidak bisa dijadikan barang bukti kuat. Namun, pihaknya tetap melakukan pendalaman, karena ada nama anggota Lapas berinisial E yang tertulis di kwitansi tersebut.
"Barang bukti itu tidak kuat. Namun demikian, karena di dalam menyebut nama seorang pegawai inisial E, jadi kami menelusuri kejadian itu. Siapa tahu itu benar," ujarnya.
Adapun Kalapas Parepare, Zainuddin juga dilaporkan hal yang sama. Pekan lalu, puluhan keluarga narapidana melakukan aksi demonstrasi di Kantor Lapas Kelas II Parepare.
Kasusnya sama. Ada dugaan pungli. Kata Suprapto, keduanya sudah diperiksa dan menyangkal. Mereka tidak mengakui soal dugaan pungli.