MAMUJU, RAKYATSULSEL - Pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum atau SPBU di kawasan hutan lindung (Mangrove) di Desa Tadui, Kecamatan Mamuju, Kota Mamuju, Sulawesi Barat mendapat sorotan dari Pemerhati Mangrove di Sulawesi.
Andi Syahrul, salah satu Pemerhati Magrove sangat menyayangkan berdirinya SPBU dikawasan hutan yang dilindungi Undang-undang.
"Sangat di Sayangkan berdiri SPBU di Desa Tadui. Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah berupaya melalui program nasional penanaman magrove yang nilai nya mencapai Rp1,589 triliun," ujar Pemerhati Mangrove ini.
"Di Provinsi Sulawesi Barat sendiri melalui Dinas Kehutanan mencanangkan penanaman 1,2 juta anakan mangrove sebagai upaya melestarikan lingkungan di pesisir pantai Sulbar. Lantas dengan mudahnya berdiri SPBU di kawasan Mangrove itu," sesal dia.
"Pihak yang paling bertanggungjawab secara vertikal adalah Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata lingkungan, BPKH Wilayah VII Makassar," kata Andi Asrul, kasus ini telah masuk persidangan di pengadilan negeri Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat.
Awak media telah berupaya mendatangi pihak kantor BPKH Wilayah VII Makassar namun menurut keterangan pihak Pengamanan kantor BPKH mengatakan jajaran pimpinan sedang tidak berada di kantor.
"Para pejabat kantor sedang tugas luar pak. Sedang lakukan kunjungan kerja ke PT Vale," ungkap Sekuriti BPKH.
Sekuriti yang bertugas kala itu mempertanyakan maksud tujuan pewarta. "Tujuannya apa pak? tanya sekuriti berseragam safari itu.
Setelah mendapat penjelasan dari awak media. Petugas keamanan kantor pun menjelaskan ."Beberapa waktu lalu datang pihak Kejaksaan Tinggi Sulbar rapat dengan pimpinan disini, terkait isi pertemuan saya tidak tau pak, Hari Rabu para pejabat ada tempat," kata dia.
Tidak adanya Kepala Balai dan Pejabat kantor BPKH VII Makassar disesali lembaga anti rasua Wacth Relation of Corruption (WRC) SulselBar, Subhan, SH.
"Sangat disayangkan pejabat ramai-ramai lakukan kunjungan kerjanya ke perusahaan PT. Vale," ujar Lawyer yang asli Mandar ini.
"Seharusnya salah satu pejabat eselonnya stay di Kantor BPHK VII Makassar. Untuk pelayanan, Kosong nya kantor tersebut inikan tentunya melanggar Zona Integritas KLHK yang mereka buat sendiri," tutur Subhan. (*)