MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Rumah Detensi Imgirasi (Rudinem) Makassar menggelar Diseminasi membahas implikasi perkawinan antara pengungsi luar negeri dan warga negara Indonesia atau WNI di Hotel Four Points by Sheraton, Selasa (23/8).
Hadir narasumber, diantaranya, Akademisi Universitas Hasanuddin Padma D Liman, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Sulsel diwakili Kabid PIAK dan Pemanfaatan Data Disdukcapil Sulsel, Nurfan Fatriah.
Akademisi Universitas Hasanuddin Padma D Liman menyampaikan, WNI mesti hati-hati dalam melakukan pernikahan dengan warga pengungsi. Sebab, ada dampak yang akan ditimbulkan dan korbannya adalah anak.
"Sebaiknya tidak melangsungkan pernikahan campuran antara WNI dan pengungsi WNA yang belum memiliki legalitas yang jelas. Sebab, dampaknya akan ditanggung oleh anak yang lahir dari pernikahan campuran ini," tukas Padma D Liman.
"Harus ada orang memberikan pertimbangan ke WNI soal pernikahan campuran. Karena, jika kita mempertanyakan status orang tuanya itu sama saja kita melecehkan anak itu," tambahnya.
Sementara, Kabid PIAK dan Pemanfaatan Data Disdukcapil Sulsel, Nurfan Fatriah memberikan penjelasan terkait dengan pencatatan akte dan dokumen pernikahan.
Kata dia, pernikahan campuran antara WNI dan pengungsi WNA pastinya akan memiliki dampak. Terlebih lagi tentang status anak yang lahir dari pernikahan seperti ini.
"Orang tua yang bersalah, anak yang menanggung akibatnya," Nurfan Fatriah.
Dia menjelaskan, pihaknya tidak serta merta menerbitkan legalitas jika dalam kepengurusan berkas tak lengkap. Namun, Disdukcapil tidak bisa menolak apabila berkas masyarakat lengkap dalam mengurus administrasi kependudukan.
"Tugas kami mencatat semua masyarakat yang ada di negeri ini dan tidak bisa menolak orang yang mengajukan penerbitan akte kelahiran. Karena rujukan kami itu Undang-Undang Nomor 1 tahun 74 dan kami fokus mencatat semua identitas yang ada di negara ini," tukasnya. (*)