“Seandainya aturan tersebut ditetapkan di 2022 ini, Bone akan menjadi kabupaten pertama di Indonesia yang menginisiasi tentang pencegahan perkawinan anak,” ungkap Fahri.
Perancang Kanwil Zonasi Bone memberikan tanggapan, Ranperda ini dilaksanakan berdasarkan kewenangan dari pemerintah daerah bukan bersifat delegasi untuk melaksanakan perintah peraturan perundang-undangan, sehingga konsideran menimbang dalam Ranperda ini harus memuat landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis.
“Landasan tersebut menjelaskan setiap anak-anak berhak atas hidup, tumbuh, dan berkembang. Anak juga berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi yang harus dijamin pemenuhan dan perlindungannya oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua sesuai tugas dan tanggung jawabnya,” kata Perancang.
Lebih lanjut Perancang katakan, perkawinan pada usia anak dapat mengganggu tumbuh kembang anak, gangguan kesehatan reproduksi, resiko kematian ibu dan anak, terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, kemiskinan, dan rendahnya kualitas sumber daya manusia.
“Oleh karenanya, pemerintah daerah perlu menerapkan kebijakan dan melakukan upaya pencegahan perkawinan pada usia anak,” tambah Perancang.
Kemudian Perancang katakan berdasarkan pasal 13 dan 14 UU No 1/1974 yang telah diubah menjadi UU No 16/2019 tentang perkawinan, perkawinan dapat dicegah oleh Orang Tua, Keluarga, Saudara, Wali, dan Pihak-pihak yang berkepentingan apabila terdapat calon mempelai pria dan/atau wanita yang tidak memenuhi syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Hadir dalam kegiatan ini Wakil Ketua Bone Ade Ferri Afrisal, Kabag Persidangan dan Peraturan Perundangan Kab Bone Ishan Sumin, Sub Koordinator Kajian Peraturan Perundangan Anwar, Analis Hukum Bone Ade Putra.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DPPPA) Kab Bone Hj. Rosmawati, Sub Koordinator Perundangan Setda Bone Andi Gumawan, dan Jajaran Perancang Kanwil Kemenkumham Sulsel. (*)