MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Institute SERUM menggelar dialog kebangsaan dengan tema Implementasi Wawasan Kebangsaan dan Nilai Kearifan Lokal dalam Mereduksi Doktrin Radikalisme. Kegiatan ini dilaksanakan di salah satu warkop Jalan Alauddin, Makassar, Kamis (1/9).
Hadir pembicara dialog kebangsaan, tokoh agama, Usman Sofyan (Sekertaris NU Makassar), Saffian (BKLDK Sulselbar), Muhammad Harsan (Ketua Gema Pembebasan Makassar), Muhammad Asriady (Ketua Keagamaan HMPI Sulsel), dan Suaib (FKPT Sulsel) serta audiens dari mahasiswa dan berbagai organisasi kepemudaan.
Secara KBBI radikalisme adalah paham atau aliran dengan jalan kekerasan. Melalui semangat kebangsaan, keterikatan dengan penuh tanggung jawab untuk setia dan menumbuhkan kesadaran diri sebagai bangsa Indonesia.
Tanpa adanya komitmen kebangsaan dari warga yang konsisten, maka negara tidak dapat berdiri tegak dan mencapai cita-cita serta harapan rakyatnya. Menurut, pembicara Usman Sofyan, perbedaan adalah sunnatullah, yang harus menjadi semangat kerukunan antar beragama.
"Jadi radikalisme bukan pada katauhidan. Tetapi syariah, atau pengamalan kita dalam konteks keberagaman. Janganlah, kita merasa benar sendiri, sehingga yang berbeda dengan kita dinggap lawan, hal ini tentu sangat bertentangan dengan amalan kita," kata Ketua BKLDK Sulselbar, Saffian.
Lebih lanjut, Saffuan menjelaskan, pemerintah melakukan penguatan moderasi beragama. Hal ini penting dilakukan didasarkan fakta bahwa Indonesia adalah bangsa yang sangat majemuk dengan berbagai macam suku, bahasa, budaya dan agama.
Indonesia juga merupakan negara yang agamis walaupun bukan negara berdasarkan agama tertentu. Hal ini bisa dirasakan dan dilihat sendiri dengan fakta bahwa hampir tidak ada aktivitas keseharian kehidupan bangsa Indonesia yang lepas dari nilai-nilai agama.
"Di sinilah diperlukan moderasi beragama sebagai upaya untuk senantiasa menjaga agar seberagam apapun tafsir dan pemahaman terhadap agama tetap terjaga sesuai koridor sehingga tidak memunculkan cara beragama yang ekstrem," bebernya.