Kemenag telah memiliki 4 konsep keberagaman, yakni NKRI adalah final, pancasila final, cinta tanah air dengan iman. Sementara hari ini, ungkapnya masih ada yang menggugat pancasila, yang dengan asumsi tidak lagi sesuai jaman, dengan tidak mampu mensejahterakan.
"Padahal bukan konsep yang salah, tapi cara memandang kebangsaan, melalui aplikasinya yang salah. Semangat keberagaman jauh melampui akal sehat sehingga terkadang kebablasan dalam aplikasikan. Apa dimaksud konsep toleransi dan saling menghormati, itulah yang menjadi kekuatan keberagaman," jelasnya.
"Dalam konteks kearifan lokal melalui budaya sipakatau, sipakainge dan sipakalebbi diartikan sebagai sikap saling menghormati atau menghargai, saling menasehati atau mengingatkan, dan saling memuliakan," tambahnya.
Sementara, pembicara Muhammad Asriady mengawali pemaparan bahwa radikalisme itu tidak salah. Tetapi pemahaman yang diterima boleh jadi salah dan sesat.
"Bukan fahamnya, tapi caranya. Seharusnya kekerasan dalam tandakutip disini, dengan konteks bagaimana hal positif. Melalui perubahan yang lebih baik dalam ajaran keislaman," kata dia.
Dia menambahkan, contoh konteks kemahasiswaan. Yang merupakan agen perubahan. Tentunya melalui kajian, dan konsep dari teori.
"Semangat kemahasiswaan dengan agen perubahan, cara pandang berfikir, memecahkan masalah melalui analisis kajian yang akademis. Tidak salah, Anda (mahasiswa) berproses. Melalui tahapan yang terstruktur, yah contoh kecil menyelesaikan perkulihan dengan baik," pungkasnya.
Ada beberapa ciri-ciri pemahaman yang radikal, baik radikal agama, ideologi dan sejenisnya. Pertama tidak toleran terhadap pandangan orang lain, termasuk pandangan ajaran agama yang tidak sepandangan dengan mereka.
Sekertaris FKPT Sulsel Suaib mengatakan radikalisme dimulai bukan kapan dia merakit bom, namun kapan ia membenci kelompok tertentu, sebab kebencian itulah yg menjadi cikal bakal sikap Intoleran yang mengarah kepada tindakan terorisme, dengan kerifan lokal dalam budaya Makassar yang harus dipegang teguh ialah Siapakatu, sipakainge dan siapakalebbi. (*)