Kenaikan harga BBM, kata dia, akan membuat biaya manufaktur dan proses produksi serta produknya akan meningkat. Selain itu, lanjut dia, biaya distribusi dan transportasi juga akan naik.
"Sehingga harga barang atau jasa tiba di konsumen akan naik," katanya.
Menurut Andi Syafiuddin Patahuddin, kondisi tersebut akan berdampak besar pada kondisi masyarakat. Apalagi kondisi masyarakat saat ini belum pulih secara ekonomi dari Covid-19. "Itulah kenapa kami dari partai PKS menentang dengan tegas kenaikan harga BBM," ujarnya.
Berpotensi Tingkatkan Kriminalitas
BBM bersubsidi yang baru-baru ini mengalami kenaikan harga menyisakan polemik di tengah masyarakat. Yang paling merasakan dampaknya, masyarakat menengah ke bawah.
Pasalnya, pendapatan sebagian masyarakat tidak berbanding lurus dengan kecocokan harga baru BBM.
Dalam artian, masyarakat perlu untuk bekerja lebih giat lagi jika ingin terus berlangganan dengan pertamina.
Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) Rahman Syamsuddin melihat kenaikan BBM bersubsidi dari perspektif hukum, akan mendorong tingkat Kriminalitas karena biaya hidup yang tinggi. Sementara kebijakan kenaikan harga bahan bakar persis ditengah sulitnya mencari kerja.
"Belum lagi kebijakan pemerintah menaikkan pajak yang membebani masyarakat. Jika pelaku adalah kepala keluarga maka dengan segala cara berupaya mendapatkan uang baik dengan melakukan pencurian, perampokan dan tindak pidana lainnya," ujar Rahman.
Rahman menambahkan, pemerintah menekan angka kemiskinan dengan melaksanakan Bantuan Langsung Tunai yang dalam prakteknya tidak tepat sasaran. Dan, bantuan sosial yang sering bermasalah dengan munculnya tindak pidana korupsi baru.
"Sebenarnya banyak hal yg bisa dilakukan pemerintah untuk mengurangi beban subsidi seperti pengalihan pengunaan beberapa kendaraan bermotor 2000 cc ke pertamax misalnya seperti yg diwacanakan sebelumnya dengan didahului kewajiban masyarakat menginstall my pertamina," beber Rahman.