RAKYATSULSEL - Jika Anda pernah menonton film Mean Girls yang dirilis pada 2004 silam, tentu familiar dengan istilah Queen Bee Syndrome. Queen Bee Syndrome merupakan sebuah fenomena yang biasanya terjadi di kalangan perempuan karier.
Melansir BBC, istilah Queen Bee Syndrome sendiri pertama kali didefinisikan oleh tiga profesor psikologi di University of Michigan, yaitu GL Staines, TE Jayaratne, dan C. Tavris pada 1973. Dinamakan demikian, karena perilaku perempuan yang terkena sindrom ini mirip seperti ratu lebah, yang cenderung memperjuangkan apapun yang ingin dikejar.
Sedangkan Psikolog asal Amerika Serikat, dr. Audrey Nelson, menggambarkan kondisi ini pada perempuan yang memperlakukan kolega serta bawahannya (yang juga perempuan) dengan lebih kritis, cuek, dan juga kejam, sehingga ia bisa mencapai puncak tertinggi karier.
Tak hanya itu, perempuan dengan sindrom tersebut juga jarang memberikan bantuan pada pekerja perempuan lain, karena merasa takut posisinya terancam.
Jika demikian, apakah sindrom tersebut berbahaya jika ditemui di dunia kerja? Untuk mengetahui jawabannya,dilansir dari kumparan, berbincang dengan Ghianina Armand, BSc, MSc, konselor di Personal Growth. Kepada kami ia berbagi pandangannya soal fenomena Queen Bee Syndrome di dunia kerja.
Simak percakapan kami berikut ini:
Dalam dunia psikologi, apa itu Queen Bee Syndrome?
Queen Bee Syndrome merupakan fenomena di mana seorang perempuan yang memiliki posisi atau jabatan tinggi (biasanya di lingkungan pekerjaan yang didominasi laki-laki), memperlakukan kolega serta bawahan perempuanya lebih kritis. Tak hanya itu, mereka juga cenderung melakukan diskriminasi pada perempuan yang posisinya lebih rendah.
Perempuan dengan sindrom ini biasanya ditandai dengan gejala seperti apa?
Biasanya perempuan yang memiliki sindrom tersebut menunjukkannya sikap atau perilaku yang lebih maskulin, seperti pemimpin laki-laki. Yang kedua, mereka juga biasanya melihat diri mereka berbeda dengan perempuan lain, karena beranggapan bahwa sudah berada di satu posisi yang lebih tinggi.
Dengan kondisi itu, mereka juga terkadang menyetujui stereotipe negatif mengenai perempuan dan tidak mendukung tindakan dalam mengatasi kesetaraan gender. Karena mereka merasa sudah ada di posisi yang sama dengan laki-laki.
Apakah sindrom ini bawaan dari lahir?
Kalau menurut saya tidak. Kemungkinan besarnya muncul karena dipengaruhi oleh lingkungan kehidupannya. Seperti pengalaman hidup, hingga pengalaman pekerjaan yang membuat dia jadi seperti itu. Tak hanya itu, perempuan yang memiliki sindrom ini juga biasanya tidak sadar bahwa mereka adalah Queen Bee Syndrome.
Apakah Queen Bee Syndrome berbahaya? Apalagi di dunia pekerjaan?
Mesti dilihat dulu kondisinya, seperti seberapa parah dia menerapkan sindrom ini ke bawahannya, dan apa dampak bagi orang-orang di sekitarnya. Lalu, apakah sindrom ini juga mengganggu kesehatan, emosi, serta hubungannya dengan orang lain. Intinya, harus melihat emosi dan kondisi mental secara keseluruhan.
Lalu, bisa disebut bahaya itu kalau sudah seperti apa?
Disebut bahaya jika dia benar-benar tidak memiliki hubungan yang baik dengan siapapun, misalnya orang kantor. Tak hanya itu, kondisi ini juga memengaruhi kinerja dan produktivitasnya karena terlalu fokus merendahkan perempuan yang ada di bawahnya. Lalu, biasanya emosinya juga tidak stabil, sering marah-marah, dan parahnya lagi dia memiliki gangguan tidur.
Bagaimana meminimalisir sikap atau sindrom ini?
Sindrom ini muncul dari mindset, sehingga mindset-nya lah yang harus diubah. Namun pada kondisi tertentu, jika sudah parah justru harus ada intervensi dari pihak lain untuk memberi tahu bahwa sikapnya itu merugikan banyak orang.
Sebagai contoh, misalnya melakukan intervensi grup antara atasan dan bawahan. Jadi, dia bisa mendengar perspektif semua orang mengenai sikap dan tindakannya.
Apakah kecenderungan ini bisa diatasi melalui terapi atau konsultasi dengan psikolog?
Harus dilihat dahulu. Maksudnya apakah Queen Bee Syndrome ini sudah mengganggu kehidupan sehari-harinya, lalu apakah bikin jadi enggak fokus bekerja, hingga kondisi mental dan emosinya. Jika sudah memengaruhi hal-hal itu, maka mungkin perlu melakukan konsultasi lanjutan.(kumparan/raksul)