PAREPARE, RAKSUL- Siswa SMP Negeri 2 Parepare menggelar pameran atau gelar karya yang dihasilkan dari proyek penguatan profil pelajar Pancasila sebagai implementasi kurikulum merdeka.
Selama sepekan, 10 kelas dari kelas VII ini menghasilkan karya inovatif dan kreatif dengan memanfaatkan limbah atau sampah sehingga bernilai ekonomis.
Pameran karya yang digelar di lapangan sekolah dengan cara memamerkan semua hasil karya setiap kelas, mulai VII.1 hingga VII.10 ini pun dihadiri oleh orang tua siswa.
Apresiasi tak henti disampaikan oleh orang tua siswa yang tidak menyangka anak-anaknya bisa menghasilkan produk layak guna dan layak jual yang terbuat dari sampah, baik sampah organik seperti kulit telur maupun non organik (botol, plastik, dll).
"Luar biasa kami tidak menyangka anak-anak kami didik membuat barang-barang layak jual seperti ini yang terbuat dari sampah. Terima kasih Bapak/Ibu Guru SMP 2 Parepare," ucap Damaris dan rekannya Cikriani, orangtua siswa.
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Parepare, HM Makmur, S.Pd., MA pun menyampaikan apresiasi saat memantau gelaran karya inovatif itu.
"Alhamdulillah sangat luar biasa karya yang dihasilkan anak-anak kita di SMP 2 Parepare, inovatif dan kreatif. Saya sangat salut karena hampir semua terbuat dari sampah daur ulang. Selama ini kita kerap menciptakan sampah tanpa memikirikan bagaimana mengatasi sampah dan alhamdulillah itu telah dilakukan siswa kita sehingga mereka sudah memahami bahwa sampah sangat bermanfaat dan bernilai ekonomis," papar Makmur, sapaan karib eks Kepala Sekolah berprestasi nasional ini.
Secara teknis, Kepala UPTD SMP Negeri 2 Parepare, Dra. Nasriah, M.Pd., menjelaskan, proyek pembuatan karya bertema limbah atau sampah ini bertujuan untuk mewujudkan nilai-nilai dalam dimensi profil pelajar Pancasila yang dibangun dengan 6 dimensi.
Namun kata dia, khusus tahap pertama ini, tiga dimensi diharapkan terbangun pada karakter siswa, yakni Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak Mulia, Bergotong-royong, dan kreatif.
"Dimensi bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ini terbangun saat siswa memanfaatkan dan mensyukuri segala hal yang diciptakan Tuhan di muka bumi ini, termasuk bagaimana mensyukuri kehadiran sampah sebagai bagian dari kehidupan yang harus dimanfaatkan secara bijak," kata Nasriah.
"Dimensi bergotong royong terbentuk saat proses pembuatan karya. Mereka bekerja sama, berkolaborasi dengan teman-temannya sehingga dapat menghasilkan karya inovatif. Terkahir kreatif, mereka kreatif mengola sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat, bernilai guna, dan bernilai ekonomis," paparnya. (*)