RAKYATSULSEL - Patah hati terasa menyakitkan. Sesak di dada terasa kuat meski tak ada serangan fisik yang didapat. Kenapa bisa manusia terdampak serangan 'gaib' seperti itu?
Melansir Live Science, ketika manusia mengalami perasaan tertolak, otak manusia bekerja seperti saat manusia menderita sakit fisik. Pada 2011, sejumlah psikolog menggunakan pemindaian MRI fungsional (fMRI) untuk memindai otak dari 40 partisipan yang sedang patah hati.
Dalam alat pemindaian, para partisipan lalu menatap orang-orang atau kekasih yang telah menolak mereka sembari memikirkan hal itu. Kemudian, masing-masing artisipan fokus kepada foto teman dekat sembari membayangkan memori indah tentang persahabatan mereka.
Pada tahap akhir, psikolog tersebut memindah otak para partisipan saat mereka mengalami sensansi fisik yang menyenangkan dan menyakitkan semisal tersentuh benda panas, lalu hangat. Benda itu diletakkan di lengan mereka.
Dalam hasil yang dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS), para psikolog menemukan bahwa foto mantan dan benda panas mengaktifkan area yang sama di otak pada partisipan yang terhubung dengan rasa sakit.
Akan tetapi, hal berbeda terjadi saat para partisipan melihat foto teman dekat dan merasakan obyek hangat tersebut. Kemudian, pengujian dari 524 studi neurosains lainnya, mulai dari soal rasa sakit hingga memori, mendukung hasil kajian tersebut.
"Penemuan terkini dari riset ini secara substantif menunjukkan bahwa penolakan sosial dan sakit fisik itu mirip, bukan hanya karena mereka menyebabkan stres. Mereka juga berbagi representasi yang mirip dalam sistem sensor somato-sensori otak," tulis para psikolog tersebut.
Ethan Kross, profesor psikologi di University of Michigan mengatakan, perasaan sakit patah hati dan sakit fisik memang mirip. Namun, tetap ada perbedaan dari dua hal tersebut.
"Siapa pun yang pernah ditolak dan kemudian ditonjok hidungnya bisa mengatakan bahwa pengalaman itu jelas berbeda," kata Ethan yang juga penulis studi ini.
Lantas kenapa patah hati terasa sakit di dada? Beberapa psikolog berhipotesis bahwa pengalaman tersebut berkaitan dengan syaraf vagus, yang berada di belakang otak hingga ke leher, dada dan abdomen.
Namun menurut Kross tidak ada penjelasan atau bukti konkrit akan hal tersebut.
Di sisi lain, mengutip artikel berjudul Pain and Emotion: A Biopsychosocial Review of Recent Research mengungkap rasa sakit bisa dirasa secara emosional dan tubuh.
"Asosiasi Studi Rasa Sakit Internasional mendefinisikan rasa sakti sebagai 'pengalaman tak menyenangkan secara sensorik dan emosional, yang dihubungkan dengan aktual atau kerusakan potensial, atau yang digambarkan serupa' Karena itu, rasa sakit separuhnya adalah pengalaman emosional dan korespondensi antara rasa sakit dan kerusakan tubuh itu bervariasi,"
Lebih lanjut, para ahli juga membagi rasa sakit menjadi dua yakni akut dan kronis. Sakit kronis disebut juga dengan rasa sakit persisten (persistent pain) yang lebih kompleks dari rasa sakit akut.
Otak sendiri mendukung interaksi yang kompleks antara rasa sakit dan keadaan emosional yang spesifik. Ada sirkuit subkortikal di otak yang memerintahkan respon defensif.
Sirkuit itu melibatkan proses tak-sadar dari stimuli yang mendasari keadaan emosi yang berkaitan dengan rasa sakit presisten. Ketika mengalami ketakberaturan, sirkuit itu berinteraksi dengan korteks serebral dan kemudian menghadirkan rasa takut serta khawatir sekaligus evaluasi dan perenungan dari konsekuensi rasa sakit atau cedera tersebut, termasuk ketakutan akan rasa sakit. (*)