MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Lembaga Antikorupsi Sulsel (Laksus) mendesak Polda Sulawesi Selatan melakukan penyidikan ulang kasus dugaan korupsi pengadaan marka jalan di Dishub Sulsel. Laksus menyebut, putusan praperadilan yang menganulir status tersangka Muhammad Islam Iskandar, tak menghentikan perkara.
"Sama sekali tak menghentikan perkara. Karena praperadilan sifatnya hanya uji formil. Polda Sulsel harus melakukan penyidikan ulang," ujar Direktur Laksus Muhammad Ansar, Jumat (14/10/2022).
Menurut Ansar, banyak kejanggalan dalam putusan praperadilan ini. Pertama, ia melihat majelis hakim tidak cermat dalam memperhatikan bagaimana alur penetapan tersangka Islam Iskandar.
Ansar menyebutkan, Islam ditetapkan tersangka oleh Ditreskrimsus Polda Sulsel atas dasar hasil audit kerugian negara. Audit sendiri dikeluarkan oleh BPKP.
"Nah BPKP ini kan auditor negara. Hasil audit yang mereka keluarkan memiliki legitimasi hukum yang bisa dipertanggungjawabkan. Tapi anehnya hasil audit itu dibatalkan dengan dalil dalil dari tersangka. Inikan aneh. Seolah olah, dalil tersangka ini lebih berkekuatan daripada hasil audit," ujar Ansar.
Kedua, menurut Ansar, putusan praperadilan ini seperti membolak-balik logika hukum. Ia menilai ada subjektivitas hakim yang terlihat rancu.
"Ini melukai rasa keadilan kita. Logikanya begini, kalau status tersangka Islam Iskandar dianulir, artinya audit BPKP tidak valid. Nah ini sangat berbahaya. Karena BPKP auditor negara. Tentu semua hasil auditnya itu sudah melalui uji validitas. Masa tiba tiba dibatalkan hanya karena dalil-dalil yang disampaikan tersangka. Inikan yang saya katakan logika hukum ini dibolak-balik," imbuh Ansar.
Karena itu, Ansar mendesak agar Polda Sulsel tetap melanjutkan kasus ini. Ansar yakin, hasil audit BPKP yang menemukan kerugian negara sebesar Rp1,3 miliar sangat valid dan bisa dipertanggungjawabkan.
"Seharusnya ini diuji di proses peradilan. Di sana nanti baru dibuktikan apakah dalil tersangka yang benar atau audit BPKP. Makanya kasus ini harus didorong sampai ke pengadilan," jelasnya.
Ansar juga ingin mengingatkan, agar dalam proses sidik ulang, penyidik tidak terlalu lama mengulur waktu. Penyidik harus segera menerbitkan sprindik baru, lalu menetapkan tersangka
"Setelah itu ya selanjutnya harus ditahan. Ini penting kami ingatkan ke penyidik. Jangan sampai diulur-ulur," imbuhnya.
Sebelumnya PN Makassar menyatakan penetapan tersangka atas nama saudara Muhammad Islam Iskandar berdasarkan Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/59.C/ VI/2022/Ditreskrimsus tentang Penetapan Tersangka tertanggal 24 Juni 2022 tidak sah dengan segala akibat hukumnya.
Disebutkan dalam petitum, menerima permohonan pemohon untuk seluruhnya, menyatakan penyidikan laporan polisi nomor LPA/250/VIII/2019/SPKT tanggal 23 Agustus 2019 tidak sah, menyatakan penetapan tersangka atas nama saudara Muhammad Islam Iskandar berdasarkan surat ketetapan nomor; S.Tap/59.C/VI/2022/Ditreskrimsus tentang penetapan tersangka tertanggal 24 Juni 2022 tidak sah dengan segala akibat hukumnya, memerintahkan termohon (Ditreskrimsus Polda Sulsel) menghentikan penyidikan nomor; LPA/250/VIII/2019/SPKT tanggal 23 Agustus 2019, menyatakan LPA/250/VIII/2019/SPKT tanggal 23 Agustus 2019 tidak dapat dibuka kembali karena tidak ada lagi kerugian keuangan negara.
Kasubdit Tipidkor Polda Sulsel Kompol Fadli menyatakan, pihaknya akan tetap melanjutkan penyidikan kasus itu. Fadli beralasan, putusan praperadilan hanya bersifat uji formil.
"Jadi kasusnya tetap lanjut. Kita akan sidik ulang. Praperadilan kan uji formil saja. Tak menghentikan perkara," jelasnya.
Ditanya soal kapan sidik ulang akan dimulai, Fadli mengaku akan ada waktunya.
"Akan ada waktunya. Teman teman tunggu saja," ucapnya.
Seret Tiga Tersangka
Kasus dugaan korupsi pengadaan marka jalan di Dishun Sulsel ini menyeret 3 tersangka. Kasus mulai diselidiki Subdit Tipikor Polda Sulsel pada 2019 itu, dan menetapkan mantan Kepala Dinas Perhubungan Sulsel inisial Ilyas Iskandar. Saat itu ia menjabat Kepala Dinas Perhubungan Sulsel. Keterlibatan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Sementara Islam Iskandar yang merupakan anggota DPRD Jeneponto turut terlibat dengan menggunakan perusahaan yang dipinjam dari tersangka GK yang merupakan direktur perusahaan. (*)