"Hampir semua parpol pernah dan kerap sekali mengalami dinamika tersebut (pindah parpol). Pemandangan seperti itu jamak terjadi jelang kontestasi politik seperti Pileg atau Pilkada," katanya.
Secara umum migrasi politik atau perpindahan kader parpol ke parpol lain disebabkan karena beberapa faktor. "Pertama, kepemimpinan di tubuh parpol seringkali tidak relevan dengan aspirasi kader.
Kedua, patronase politik. Lebih melihat dan mengikuti figur pemimpin parpol. Biasanya karena didasari oleh relasi yang cukup intim," katanya.
Selanjutnya yakni situasi di tubuh parpol sudah tidak kondusif bagi pengembangan diri, prospek elektoral parpol kurang menjanjikan.
"Terakhir, rayuan dari parpol lain dirasa lebih prospektif untuk karir politiknya," jelasnya.
Direktur Nurani Strategic, Nurmal Idrus, menyampaikan jika fenomena pindah partai sudah menjadi kebiasaan kader parpol jelang Pemilu atau Pilkada.
Menurutnya, hal itu membuktikan bahwa kegagalan partai politik dalam membina dan mempertahankan kader, sehingga para kader seenaknya pindah dan keluar masuk parpol.
"Ini bukti kegagalan parpol dalam merancang pendidikan politik dan merancang kaderisasi bagi anggotanya," ujarnya.
Nurmal menuturkan, bahwa edukasi parpol dalam pengkaderan atau kaderisasi seharusnya hal mutlak. Apalagi guna mengedukasi kader agar tidak berpindah ke parpol lain, baik sukses duduk di parlemen atau di eksekutif.